Dualisme Kepemimpinan Kadin Indonesia: Ancaman terhadap Pembangunan dan Dugaan Cawe-cawe Politik
JAKARTA – Kisruh di tubuh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia turut menyeret nama Presiden Joko Widodo. Menurut pengamat, dualisme di tubuh Kadin tak lepas dari intrik politik.
Tak ada angin tak ada hujan, rumor soal Kadin menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) berembus kencang pada Jumat (13/9/2024). Agenda utamanya menggeser Ketua Umum Arsjad Rasjid dari jabatannya.
Tak butuh waktu lama, Munaslub Kadin Indonesia benar-benar digelar, hanya sehari setelah isu tersebut mencuat. Acara ini dilaksanakan di Hotel St Regis Jakarta. Padahal, Wakil Kedua Umum Bidang Organisasi Kadin Indonesia Eka Sastra menegaskan, Munaslub yang diusulkan sejumlah Kadin Provinsi bertentangan dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga atau AD/ART.
Munaslub kemudian melahirkan dualisme kepemimpinan Kadin Indonesia. Masalah ini turut menyeret Presiden Jokowi, namun yang bersangkutan meminta agar Kadin Indonesia menyelesaikan masalah internal sendiri.
“Ini bukan organisasi politik, ini adalah organisasi pengusaha, sehingga saya minta diselesaikan secara baik-baik di internal Kadin. Jangan nanti bola panasnya disorong ke saya,” ucap Presiden.
Pengamat politik menyebut upaya melengserkan Arsjad Rasjid dari kursi Ketum Kadin Indonesia kental dengan aroma politik. Sedangkan dari sisi ekonomi kisruh ini akan akan menurunkan reputasi dan tingkat kepercayaan pelaku usaha publik kepada Kadin Indonesia.
Konflik yang Tidak Perlu
Singkat cerita, dalam Munaslub yang digelar di Jakarta, Anindya Bakrie terpilih sebagai Ketum Kadin Indonesia. Meski diiringi kontroversi, tidak ada alasan bagi peserta yang hadir untuk menetapkan putra sulung konglomerat Aburizal Bakrie tersebut sebagai ketum menggantikan Arsjad Rasjid.
Di antara mereka yang hadir dalam Munaslub akhir pekan kemarin adalah Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Indonesia, Anindya Novyan Bakrie, Waketum Kadin Indonesia Erwin Aksa, dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Kadin Indonesia, Bambang Soesatyo.
Mereka memastikan agenda Munaslub sesuai dengan AD/ART Kadin Indonesia. Ketua Pelaksana Munaslub Bayu Priawan Djokosoetono menegaskan agenda tersebut sudah memenuhi kuorum.
Dualisme kepemimpinan Kadin Indonesia menjadi perhatian banyak pihak, termasuk dari kalangan ekonom maupun analis politik. Executive Director Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyayangkan adanya kisruh internal di tubuh Kadin Indonesia. Ia menilai situasi ini berpotensi menghambat pembangunan karena Kadin memiliki peran sebagai mitra pemerintah dalam menyalurkan nasihat dan aspirasi dari pelaku usaha.
Perpecahan Kadin Indonesia, kata Bhima, dapat membuat aspirasi dari pelaku usaha tidak tersampaikan dengan lancar kepada pemerintah. Selain itu, dualisme kepemimpinan ini juga dapat membingungkan para investor dan pelaku usaha asing yang ingin melakukan kerja sama dan mencari mitra pengusaha dalam negeri. Ini terkait dengan fungsi Kadin Indonesia sebagai jembatan antara pengusaha lokal dan asing.
“Ini akan menurunkan reputasi dan tingkat kepercayaan pelaku usaha publik kepada Kadin,” kata Bhima ketika dihubungi VOI.
Bhima menambahkan, dualisme ini merupakan konflik yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Kadin Indonesia seharusnya fokus menjalankan tugas-tugas sebagai mitra pemerintah dalam mendorong kemajuan perekonomian.
“Saya kira Kadin merupakan asosiasi pelaku usaha yang cukup memiliki kredibilitas. Sayang sekali kalau namanya rusak karena ada dualisme kepemimpinan seperti sekarang,” ujar Bhima menambahkan.
Bhima berharap Kadin dapat berdiri tegak lurus tanpa intervensi kepentingan-kepentingan politik jangka pendek yang memecah belah.
Kongkalikong Politik
Sementara itu, Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda menduga kisruh kepemimpinan Kadin Indonesia erat kaitannya dengan dukungan kepada salah satu pasangan saat pilpres lalu.
"Kalau kita lihat sebenarnya ini sangat berkaitan dengan soal mendukung salah satu paslon gitu, bahwa kita tahu Arsjad Rasjid sebagai tim kampanye dari salah satu salah satu kubu paslon, kemudian ada juga Anindya yang masuk dalam satu kubu paslon yang pemenangnya," kata Huda.
Ia mengatakan, jabatan ketua Kadin sangat prestisius. Ada beberapa mantan ketua Kadin yang akhirnya menjadi menteri dan ada juga yang menjadi duta besar.
"Kita tahu ada beberapa mantan ketua Kadin yang menjadi menteri, menjadi dubes juga pernah, dan sebagainya. Jadi memang ini sangat prestisius posisi itu," ucapnya.
Baca juga:
- Didominasi Calon Kelas Menengah, Mampukah Indonesia 2045 Menjadi Negara Maju?
- Fenomena Kotak Kosong di Pilkada 2024 Meningkat: Inilah Wujud Pesta Oligarki, Bukan Pesta Demokrasi
- Menanti Pembuktian Dugaan Korupsi di PON XXI Aceh - Sumut yang Kacau Balau
- Waspada Konten Pornografi, Kecanduan Bisa Bikin Kerusakan Otak
Mengutip laman resmi Kadin Indonesia, organisasi ini dibentuk pada Orde Baru, tepatnya 24 September 1968 dan ditetapkan dengan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1987 sebagai satu-satunya induk organisasi dunia usaha baik di bidang usaha negara, usaha koperasi dan usaha swasta.
Jaringan bisnis Kadin mencakup hingga Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia. Kadin menaungi asosiasi-asosiasi bisnis yang mencakup semua sektor usaha. Jaringan kontak bisnis Kadin yang luas di seluruh wilayah menjadikan Kadin sebagai mitra yang sangat menarik dan strategis untuk kegiatan bisnis, perdagangan dan investasi.
Arsjad Rasjid merupakan Ketum Kadin Indonesia periode 2021-2026. Ia terpilih secara aklamasi pada Munas kedelapan di Sulawesi Tenggara. Saat itu, Arsjad disebut-sebut dengan dengan Jokowi dan Ketum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, ketika hubungan keduanya masih baik-baik saja.
Arsjad kemudian ditunjuk Megawati sebagai Ketua Tim Pemenangan Nasional Ganjar Pranowo-Mahfud MD pada Pilpres 2024. Selain PDIP, mereka didukung PPP, Perindo, dan Hanura. Artinya, Arsjad berseberangan dengan kubu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, didukung Gerindra, Golkar, Demokrat, serta PAN.
Atas dasar latar belakang ini, kisruh di tubuh Kadin Indonesia juga disebut-sebut berkaitan dengan dunia politik. Adi Prayitno dari Parameter Politik Indonesia tak menutupi kemungkinan bahwa upaya melengserkan Arsjad dari kursi ketum Kadin Indonesia berkaitan dengan kekuasaan.
“Oleh karena itu, bagi saya, organisasi apapun ke depan termasuk Kadin harus independen dan netral. Jangan terlampau jauh cawe-cawe dalam urusan politik,” kata Adi.
“Organisasi apapun termasuk usaha, pendagang, pengusaha ini ya harus netral, jangan terlampau jauh terlibat dalam urusan-urusan politik, supaya biar clear semua,” pungkasnya.