Kejagung Dipertanyakan Soal Kasus Dugaan Korupsi Pembelian 15 Pesawat MA60 yang Mandek Belasan Tahun
JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) dipertanyakan mengenai perkembangan penanganan kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pembelian 15 unit pesawat MA60. Sebab, kasus yang sempat ditangani 2011 itu seolah mandek.
"Hari ini kita bertemu dengan tim Jampidsus, mempertanyakan beberapa perkara yang memang yang sudah ditangani oleh Pidsus tapi memang masih dalam proses ya," ujar Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum, Deolipa Yumara kepada wartawan, Rabu, 18 September.
"Salah satunya, perkara merpati MA60 yang sejak 2011 yang sudah ditangani Pidsus, ini sudah lama kan, kemudian kita menghindari menjadi cold case, kita pertanyakan ini," sambungnya.
Menurutnya, perkara yang mandek selama sekitar 13 tahun ini juga sempat dipertanyakan oleh Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) dan Indonesia Police Watch (IPW) pada Agustus 2024.
Sebab, perkara ini diduga menyebabkan kerugian keuangan negara sejumlah 46,5 juta dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp 700 miliar.
“Mereka (Pidsus) menyampaikan bahwa akan mengecek ulang perkara ini dan akan menindaklanjuti perkara tersebut,” sebutnya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh MAKI dan IPW ada penawaran pembelian pesawat MA60 kepada perusahaan Merpati Nusantara Airlines pada 29 Agustus 2005, di tengah berlangsungnya Joint Commission Meeting Indonesia-China.
Kemudian hal ini dilanjutkan dengan penandatanganan memorandum of understanding (MoU) antara Merpati Nusantara Airlines dengan Xian Aircraft Industry dari China pada tahun 2006.
Pada 5 Agustus 2008, dilakukan penandatanganan pembelian 15 unit pesawat MA60 untuk Merpati Nusantara Airlines antara pemerintah Indonesia dengan China Exim Bank.
Adapun pembelian dilakukan dengan sistem pengucuran pinjaman yang dijamin pemerintah, dengan kebijakan politik pengalokasian anggaran yang hanya berdasarkan persetujuan oknum Anggota DPR Komisi IX.
Harga satu unit pesawat MA60 yang diproduksi Xian Aircraft Industry itu tidak memiliki sertifikasi Federation Aviation Asministration (FAA). Harga pesawar ternyata hanya sebesar 11,2 juta dolar Amerika Serikat.
Baca juga:
- Korban Tewas Ledakan Pager di Lebanon Bertambah Jadi 12 Orang termasuk 2 Anak
- Tokoh GISB Malaysia Didakwa Intimidasi Mantan Pekerja terkait Kasus Sodomi Anak Panti Asuhan
- Serangan Ukraina Picu Ledakan Seperti Gempa Bumi di Gudang Senjata Tver Rusia
- Polda Riau Tangkap Polisi Penyelundup 30 Kilogram Sabu
Diduga ada penggelembungan atau mark up harga menjadi 14,3 juta dolar Amerika Serikat per unit dengan skema pembelian yang semula business to business (B to B) diubah dan/atau dimanipulasi menjadi government to business (G to B).
Diduga, modus operandi untuk mengamankan uang hasil tindak pidana korupsi dan TPPU sebesar 46,5 juta dolar AS dilakukan melalui rekayasa dengan memunculkan broker 'boneka' yang dikontruksikan seolah-olah menjadi agen penjualan 15 unit pesawat Xian Aircraft Industry.
Rekayasa ini diperankan oleh MS dengan memakai PT MGGS yang diduga atas inisiatif AH, pemilik PT IMC Pelita Logistik dan PT Indoprima Marine.
Berdasarkan fakta dan alat bukti yang diterimanya, Deolipa pun meminta Kejagung melanjutkan dugaan tindak pidana korupsi dan atau TPPU dalam pembelian 15 unit pesawat MA60 tersebut.
"Kami mendorong agar kasus pembelian 15 Unit pesawat MA60 yang merugikan negara senilai 46,5 juta dollar AS ini dapat ditindaklanjuti kembali," kata Deolipa.