Bos Pupuk Indonesia Curhat Tak Bisa Tidur karena HGBT yang Masih Gantung
JAKARTA - Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Rahmad Pribadi mengaku tidak bisa tidur lantaran memikirkan kebijakan harga gas murah alias Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang akan berakhir pada Desember 2024.
"Saya awal tahun enggak bisa tidur. Pertengahan tahun agak bisa tidur karena ada ratas (rapat terbatas) yang mengatakan HGBT ditindaklanjuti," ujarnya dalam Detik Leaders Forum, Selasa 17 September.
Meski demikian ia juga mengaku belum bisa bernapas lega lantaran kebijakan harga gas murah ini belum memiliki aturan secara tertulis.
"Sekarang juga agak terbangun-bangun tiap malam karena ternyata itu belum putus dengan baik sehuingga keberlanjutan pasokan sumber gas pada harga yang ditetapkan oleh pemerintah ini sektor pupuk belom tahu," sambung dia.
Untuk informasi, pemerintah menetapkan harga gas murah sebesar 6 dolar AS per MMBTU bagi tujuh kelompok industri antara lain industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca dan sarung tangan karet.
Sebagai komponen penting dalam produksi pupuk, Rahmad mengatakan, jika kebijakan ini tidak dilanjutkan maka akan berdampak pada harga jual pupuk yang dihasilkan oleh Pupuk Indonesia.
Baca juga:
Dia mencontoh, berdasarkan studi yang sudah dilakukan Pupuk Indonesia, jika harga pupuk mengalami kenaikan sebesar Rp1.000 maka akan menurunkan konsumsi pupuk urea sebesar 13 persen.
"Kalau harga naik Rp1000, turun urea 13 persen, dampak pada pertanian itu berapa? setengah ton per hektar," sambung dia.
Dengan demikian, lanjut dia, maka Indonesia harus melakukan impor sebesar 2 juta ton beras jika harga pupuk naik sebesar Rp1.000.
"Untuk itu kesinambung dari kebijakan penting," tandas dia.