Gubernur BI Klaim Central Counterparty Dapat Turunkan Biaya Utang Pemerintah

JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan, akan meluncurkan lembaga baru pengelola pasar uang dan pasar valas atau Central Counterparty (CCP) salah satunya menggunakan transaksi repurchase agreement atau repo yang dilakukan melalui satu lembaga perantara, bukan secara bilateral antar bank.

Perry menjelaskan, CCP akan bertindak sebagai lembaga yang mengumpulkan semua agunan berupa Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Sehingga bank tidak lagi harus menjual SBN atau SRBI yang dimiliki dengan harga yang lebih murah atau melakukan repo dengan bunga yang tinggi.

“Ujungnya kami akan turunkan biaya utang pemerintah karena SBN yang selama ini dimiliki sendiri oleh bank paling repo satu conter ini di pool sehingga SBN dijadikan agunan untuk repo dan suku bunga SBN yieldnya akan lebih rendah karena bank-bank yang perlu likuiditas tak perlu jual SBNnya, bisa repo untuk penuhi kebutuhan,” ucap Perry dalam rapat kerja bersama Komisi XI, Kamis, 12 September.

Perry menyampaikan pembentukan CCP sejalan dengan amanat dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Dalam beleid itu, BI dapat mengatur, mengembangkan, dan mengawasi pasar uang dan pasar valas termasuk infrastruktur pasar keuangan.

“Implementasi CCP ini merupakan infrastruktur keuangan yang mempunyai legal basis kuat dalam undang-undang, di mana, CCP ini juga sebagai tindak lanjut dari pemenuhan komitmen Indonesia sebagai anggota G20,” katanya.

Perry menyampaikan, CCP akan menjadi pendorong pengembangan pasar uang dan pasar valas karena volume transaksi di pasar repo akan lebih tinggi, risiko kredit yang rendah, dan membuat pembentukan harga atau suku bunga menjadi lebih tinggi.

Selain itu, CCP juga akan menjadi lembaga yang berperan dalam pasar Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF). Setelah sebelumnya instrumen DNDF di perdagangan secara Over-The-Counter (OTC) nantinya akan terpusat melalui CCP.

Perry menyampaikan, OTC memiliki risiko yang tinggi dengan volatilitas yang besar dan volume perdagangan yang dilakukan juga terbatas.

“Kami akan dorong CCP mulai dari DNDF sehingga itu bisa memperdalam pasar valas,” jelasnya.

Menurut Perry, dengan kehadiran CCP akan membuat para pelaku pasar menggunakan infrastruktur yang sama dalam bertransaksi sehingga risiko kreditnya lebih rendah karena transaksi bersifat tersentralisasi.

“Saat mau repo masing-masing pelaku earmark SRBI atau SBNnya sebagai underlying, repo itu jadi agunan-nya SBN atau SRBI dijadikan agunan sebagai dasar. Mereka transaksi dengan CCP agunannya bisa, di pool [dikumpulkan] dengan infrastruktur yang sama sehingga volume transaksinya lebih besar,” jelasnya.

Perry menyampaikan, CCP direncanakan akan diluncurkan pada 30 September mendatang bersama para otoritas keuangan yakni OJK, LPS, Kemenkeu, serta Kementerian BUMN.

Selain itu, para pelaku pasar yang terdiri atas 8 bank yakni Mandiri, BRI, BNI, BCA, CIMB Niaga, Danamon, Maybank, dan Permata, yang turut pemegang saham pada lembaga baru itu.