Pejabat Pemilu AS Kecam Ancaman Trump yang akan Memenjarakan Mereka Jika Ia Memenangi Pilpres
JAKARTA - Otoritas Pemilu Amerika Serikat dan tim kampanye calon presiden Partai Demokrat Kamala Harris mengecam ancaman Donald Trump, calon presiden dari Partai Republik, yang ingin memenjarakan pejabat Pemilu yang "korup" jika memenangi Pemilihan Presiden pada 5 November, menuduhnya melakukan intimidasi dan menghasut potensi kekerasan.
Kecaman itu menanggapi unggahan media sosial oleh Trump pada Hari Sabtu, di mana ia mengancam sejumlah orang dengan tuntutan hukum, jika mereka terlibat dalam kecurangan pemilu pada pemilihan 2024. Berbagai penelitian telah menemukan, kecurangan pemilu di AS sangat jarang terjadi.
Trump menulis: "Kita tidak dapat membiarkan Negara kita semakin terpuruk menjadi Negara Dunia Ketiga, DAN KITA TIDAK AKAN! Harap berhati-hati bahwa paparan hukum ini meluas ke Pengacara, Operator Politik, Donor, Pemilih Ilegal, & Pejabat Pemilu yang Korup. Mereka yang terlibat dalam perilaku tidak bermoral akan dicari, ditangkap, dan dituntut pada tingkat yang, sayangnya, belum pernah terlihat sebelumnya di Negara kita," seperti melansir Reuters 10 September.
Trump juga mengulangi klaimnya yang tidak berdasar, kekalahannya dalam pemilihan umum 2020 dari Joe Biden disebabkan oleh penipuan.
Adrian Fontes, politisi Demokrat dan menteri luar negeri Negara Bagian Arizona yang menjadi medan pertempuran, menggambarkan unggahan Trump di akun Truth Social miliknya sebagai "tirani", mengatakan unggahan tersebut berpotensi memicu kekerasan politik.
"Sayangnya, keamanan sekarang menjadi salah satu pertimbangan utama dalam penyelenggaraan Pemilu," kata Fontes, pejabat tinggi Pemilu di Arizona, kepada Reuters.
"Komentar Trump berpotensi membuat pelaku kejahatan menganggapnya sebagai ajakan untuk bertindak. Kita perlu melindungi pejabat pemilu dan petugas TPS kita. Kita perlu bersiap untuk apa pun," lanjutnya.
Sementara, Seth Bluestein, anggota Partai Republik dari Dewan Pemilu Philadelphia Negara Bagian Pennsylvania mengatakan: "Setiap pejabat pemilu yang saya kenal akan fokus pada pekerjaan mereka dengan baik, yang sayangnya termasuk mempersiapkan diri terhadap ancaman kekerasan."
Terpisah, Karoline Leavitt, sekretaris pers nasional kampanye Trump, mengatakan dalam pernyataan tertulis kepada Reuters: "Presiden Trump percaya siapa pun yang melanggar hukum harus dituntut seberat-beratnya, termasuk penjahat yang terlibat dalam penipuan pemilu. Tanpa pemilu yang bebas dan adil, Anda tidak dapat memiliki negara."
Ada pun Amman Moussa, juru bicara Harris, menyebut komentar Trump "ekstrem dan tidak terkendali."
"Donald Trump semakin meningkatkan ancamannya yang berbahaya akan balas dendam dan pembalasan," katanya.
Trump dan Harris bersaing ketat jelang Pilpres mendatang, dengan jajak pendapat menilai terlalu ketat untuk diprediksi.
Harris sukses menghapus keunggulan Trump atas Biden, sebelum petahana presiden itu membatalkan pencalonannya kembali pada Bulan Juli, dengan Harris kemudian menggantikannya.
Sejak kekalahannya pada tahun 2020, Trump secara teratur membuat klaim palsu tentang petugas pemilu yang menipunya hingga ia menang. Banyak yang menerima ancaman.
Baca juga:
- Pemimpin Hizbullah: Kami Tidak akan Mundur di Medan Perang karena Ancaman Zionis
- Tanggapi Laporan Pasokan Rudal dari Teheran, Kremlin: Iran Mitra Penting Kami
- Kepala HAM PBB: Mengakhiri Perang di Gaza dan Mencegah Konflik Meluas Jadi Prioritas Mutlak
- 1.500 Pengunjung Hadiri Festival Merah Putih di KBRI Ankara
Sebagai reaksi terhadap unggahan Trump pada Hari Sabtu, Jocelyn Benson, Sekretaris Negara Bagian Michigan dan seorang Demokrat, mengunggah di X: "Tugas saya - dan tugas setiap petugas pemilu di negara ini - adalah untuk mengatasi kebisingan dan terus memastikan pemilu kita adil, aman, mudah diakses, dan hasilnya akurat. Tidak ada kebohongan, delusi, atau ancaman yang akan mengalihkan kita dari tujuan itu."
Di Surry County, North Carolina, direktur Pemilu setempat Michella Huff mengatakan, ia khawatir komentar Trump akan menghalangi orang-orang untuk menjadi petugas pemilu.
"Yang akan terjadi hanyalah membuat relawan yang hebat menjadi tidak bersemangat," kata Huff, mantan anggota Partai Republik yang menjadi independen.