Bagikan:

JAKARTA - Presiden Rusia Vladimir Putin akhirnya memberi selamat kepada Joe Biden atas kemenangannya dalam pemilihan presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS). Ucapan selamat untuk Biden tetap tak sama dengan ketika Putin menyelamati Donald Trump pada Pemilu AS 2016. Bagaimana kira-kira hubungan kedua negara di masa depan?

Putin menyampaikan ucapan selamat setelah Biden memenangi penghitungan suara electoral college negara bagian. Hasil penghitungan ini secara resmi menentukan kepresidenan AS.

Mengutip Reuters, Rabu, 16 Desember, Kremlin pernah mengatakan bakal menunggu hasil resmi Pemilu AS untuk mengucapkan selamat kepada Biden. Hal itu disampaikan Kremlin ketika banyak pemimpin negara telah lebih dulu memberi selamat kepada Biden meski penghitungan belum usai.

"Bagi saya, saya siap untuk interaksi dan kontak dengan Anda (Joe Biden)," kata Putin, menurut pernyataan yang dikeluarkan Kremlin.

"Putin berharap presiden terpilih sukses dan menyatakan keyakinan bahwa Rusia dan AS, yang memiliki tanggung jawab khusus untuk keamanan dan stabilitas global, dapat, terlepas dari perbedaan mereka, benar-benar membantu memecahkan banyak masalah dan tantangan yang dihadapi dunia."

Pengawasan untuk Rusia

Sorotan terhadap hubungan Rusia dan pemerintahan AS yang akan datang terjadi di tengah pemberitaan yang makin membebani hubungan dua negara. Ucapan selamat dari Putin juga datang setelah para pejabat AS menanggapi pelanggaran data besar-besaran yang dikaitkan dengan peretas asal Rusia.

Sikap Putin untuk Biden juga jadi sorotan karena dipandang sangat kontras dengan sikapnya dalam Pemilu AS 2016. Saat itu Putin langsung memberi selamat kepada Trump beberapa jam setelah pemungutan suara.

Pemerintahan Biden pun diyakini akan memiliki sikap yang sangat berbeda terhadap Rusia. Trump memuji Putin selama masa kepresidenannya, memicu kecurigaan atas kemungkinan hubungan kampanyenya dengan campur tangan Rusia dalam Pemilu AS 2020.

Hubungan baik yang sama tidak dapat diharapkan dari Biden. Secara politis, Biden telah berjanji memperlakukan campur tangan asing "sebagai tindakan permusuhan."

"Biden akan bekerja keras dengan mitra dan sekutu untuk mendorong kembali apa pun yang direncanakan Rusia, apakah itu mencoba membunuh warga Rusia di luar negeri, atau membunuh pemimpin oposisi mereka sendiri seperti dugaan upaya dengan (Alexey) Navalny di Siberia, atau aktivitas di Suriah, Krimea, dan lain-lain," kata Karin von Hippel, direktur jenderal Royal United Services Institute.

Rusia telah memiliki kebebasan selama beberapa tahun, termasuk di akhir masa jabatan Presiden Barack Obama, menurut von Hippel yang juga mantan penasihat senior nonpolitik di Departemen Luar Negeri di bawah pemerintahan Obama. Pada akhir Oktober, Biden menyebut Rusia "ancaman utama" bagi keamanan nasional AS.

Hal itu disampaikan Biden dalam wawancara bersama 60 Minutes di CBS. Juru bicara pemerintahan Rusia, Peskov menanggapi dengan mengatakan retorika seperti itu memperkuat "kebencian terhadap Federasi Rusia."

Menjelang Pemilu AS, kedua negara tidak mencapai kesepakatan untuk memperpanjang perjanjian pengurangan senjata utama yang ditandatangani oleh Presiden Obama dan Dmitry Medvedev pada 2010. Putin sebelumnya mengindikasikan bahwa dia melihat perjanjian strategis sebagai salah satu poin potensial untuk kerjasama dengan Biden.