Pria Dipenjara 5 Tahun karena Memaksa Istrinya yang Diduga Selingkuh Bikin Tato Namanya

JAKARTA - Seorang pria berusia 20-an dijatuhi hukuman penjara lima tahun karena menyerang istrinya, memaksanya mentato namanya di tubuhnya, lantaran mencurigai sang istri berselingkuh.

Divisi pertama Mahkamah Agung, yang dipimpin oleh Hakim Noh Tae-ak pada Hari Selasa, menguatkan putusan pengadilan yang lebih rendah, dengan mengukuhkan hukuman penjara lima tahun bagi pria berusia 29 tahun bernama Kim, yang didakwa dengan berbagai pelanggaran, termasuk penahanan yang tidak sah dan memberatkan yang menyebabkan cedera, penyerangan dan pemaksaan.

Kim diadili karena berulang kali menyerang istrinya setelah mencurigainya berselingkuh, tak lama setelah dibebaskan dari penjara pada Bulan Juli tahun lalu.

Dia dilaporkan mengancamnya, dengan mengatakan, "Jika perasaanmu padaku tulus, buatlah tato di tubuhmu," dan memaksanya untuk menato kalimat-kalimat seperti "Aku akan hidup selamanya sebagai wanita (nama Kim)" di empat bagian tubuhnya yang berbeda, melansir The Korea Times 4 September.

Kim juga dituduh mengurung istrinya di rumah selama 9 jam 30 menit sambil menyerangnya selama interogasi tentang dugaan perselingkuhan tersebut, yang mengakibatkan cedera, termasuk pecahnya gendang telinga.

Dia juga secara paksa memotong rambut istrinya dengan gunting dan menyuruhnya menonton video ular, dengan mengatakan, "Setiap momen bagiku sejuta kali lebih menyakitkan daripada kebencianmu terhadap ular."

Sidang pertama menjatuhkan hukuman lima tahun penjara kepada Kim. Pengadilan mengatakan, "Korban diyakini telah mengalami ketakutan dan rasa sakit yang hebat, dan tingkat cedera yang dialami korban tidaklah ringan," menambahkan, catatan Kim yang terdiri dari tujuh hukuman sebelumnya atas kejahatan kekerasan merupakan faktor yang memberatkan.

Di sisi lain, adanya ganti rugi sebesar 13 juta won dan ketidakinginan korban agar Kim tidak hukum, menjadi faktor yang meringankan.

Dalam persidangan kedua, Kim mengklaim ia berada dalam kondisi kapasitas mental yang menurun pada saat kejahatan tersebut terjadi, tetapi pengadilan tidak menerima argumen ini.

Pengadilan banding memutuskan, "Meskipun dapat dilihat bahwa ia agak rentan terhadap pengendalian impuls pada saat kejahatan tersebut terjadi, hal itu tidak dapat dianggap setara dengan seseorang yang menderita penyakit mental."

Mahkamah Agung juga menganggap putusan ini tepat dan menolak permohonan banding Kim, sehingga hukuman lima tahun penjara yang dijatuhkan kepadanya tetap berlaku.