Menunggu Putusan Kasus Korupsi Tata Niaga Timah Rp 300 Triliun

JAKARTA – Penasihat Hukum CV. Venus Inti Perkasa (Thamron alias Aon Cs), Andy Inovi Nababan, SH, menuduh Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pelanggaran hukum dalam kasus dugaan korupsi Tata Niaga Timah dengan kerugian mencapai Rp 300 triliun.

Pernyataan ini disampaikan Andy dalam eksepsinya (nota keberatan) pada persidangan kasus korupsi Tata Niaga Timah di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (5/9/2024). Andy menekankan bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tidak memiliki kewenangan untuk mengadili perkara tersebut, yang seharusnya masuk dalam kategori sengketa lingkungan hidup.

Menurut Andy Nababan, penuntut umum salah menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dalam perkara ini. Ia menjelaskan bahwa PT Timah Tbk, sebagai anak perusahaan BUMN, tidak terlibat dalam keuangan negara, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2017. Dalam peraturan tersebut, PT Timah Tbk masih menjadi anak perusahaan PT Inalum.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 01/PHPU-PRES/XVII/2019 memperkuat pandangan Andy dengan menyatakan bahwa permodalan anak perusahaan BUMN berasal dari pemisahan kekayaan induk perusahaan BUMN, bukan dari negara. Oleh karena itu, anak perusahaan BUMN tidak memiliki hubungan langsung dengan keuangan negara.

Andy juga mengacu pada Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 10 Tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016, yang menegaskan bahwa penyertaan modal negara tidak melibatkan anak perusahaan BUMN.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, Andy menegaskan bahwa perkara ini seharusnya diselesaikan melalui hukum lingkungan hidup, karena kerugian yang terjadi bukan kerugian keuangan negara, melainkan kerugian lingkungan hidup. Menurutnya, perhitungan kerugian lingkungan hidup yang dilakukan Penyidik Kejagung dalam perkara ini bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Andy menilai bahwa surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sudah cacat hukum. Menurutnya, dakwaan tersebut batal demi hukum karena Penyidik Kejagung telah salah dalam melakukan penyidikan dan penghitungan atas kerusakan lingkungan hidup.

Andy merujuk pada UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta UU terkait lainnya, yang seharusnya menjadi dasar dalam penyelesaian perkara ini. Ia juga mengkritik penyidik yang melakukan penghitungan kerusakan lingkungan hidup, padahal wewenang tersebut ada pada Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

Lebih lanjut, Andy menyebutkan bahwa Penyidik Kejagung telah melanggar Pasal 14 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Ia juga menilai bahwa beberapa unsur dakwaan terkait kerugian negara dalam perkara ini bertentangan dengan UU Minerba, UU PPLH, dan UU P3H.

Andy menegaskan bahwa ada dugaan kuat Penyidik Kejagung, JPU, BPKP, dan pihak-pihak terkait lainnya telah menyalahgunakan wewenang dalam perkara ini. Ia juga menyoroti adanya konflik kepentingan, di mana orang yang sama bertindak sebagai penyidik dan JPU, yang bertentangan dengan KUHAP dan asas diferensiasi fungsional dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.

Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dijadwalkan akan memberikan tanggapan atas eksepsi dari penasihat hukum CV. Venus Inti Perkasa pada Selasa (9/9/2024). Sementara putusan majelis hakim akan diumumkan pada Kamis (12/9/2024).