Gelar Apel Nasional Siaga Gempa Megathrust, BNPB: Waspada Namun Tidak Perlu Takut Berlebihan
JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengelar apel nasional siaga bencana gempa bumi megathrust dan hidrometeorologi untuk memperkecil potensi dampak yang ditimbulkan baik korban jiwa maupun kerusakan infrastruktur.
Apel nasional itu dipimpin langsung Kepala BNPB Suharyanto di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat (Sumbar) Kamis 5 September.
Kegiatan tersebut juga dilangsungkan di empat daerah lainnya yakni, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Banten.
Suharyanto saat memimpin apel yang diikuti secara daring dari Jakarta, mengatakan bahwa isu bencana gempa berskala besar seperti megathrust bukan hal yang baru dan sampai saat ini belum bisa diprediksi oleh ilmu pengetahuan kapan atau di mana akan terjadi.
Namun berkaca dari sejarah dan diikuti oleh kelengkapan infrastruktur dan ilmu pengetahuan yang ada saat ini, kata dia, bencana itu dapat diprediksi hingga sikap kesiapsiagaan untuk menghadapinya harus dilakukan dan terus digalakkan, tak terkecuali di Kepulauan Mentawai.
Berdasarkan catatan BNPB Kepulauan Mentawai terakhir pernah diguncang gempa besar yang berkekuatan 7,8 magnitudo dan disertai dengan tsunami pada tahun 2010.
Dalam bencana tersebut tercatat ada 286 orang meninggal dunia, 252 orang warga Mentawai dinyatakan hilang dan hingga mengakibatkan perubahan pada bentang alam daerah setempat.
Maka melalui kegiatan apel kesiapsiagaan tersebut pihaknya berharap dapat dijadikan sebagai pemicu agar pemerintah, TNI- Polri dan masyarakat terus memiliki sikap kesiapsiagaan.
“Kita harus siaga waspada namun tidak perlu takut berlebihan juga karena mau atau tidak mau suka atau tidak suka disamping sumber daya melimpah tapi di sisi lain kita ada di tempat sumber bencana,” ujarnya, disitat Antara.
BNPB melakukan serangkaian kegiatan dalam apel nasional tersebut di antaranya memeriksa kesiapan personel gabungan, logistik peralatan kebencanaan, pertolongan dan evakuasi, kesiapan desa tangguh bencana, hingga simulasi evakuasi mandiri berbasis kemasyarakatan.
Khusus di Kepulauan Mentawai, Pemerintah Kabupaten setempat memaparkan daerah itu berada di zona megathrust yang rawan gempa bumi akibat pertemuan lempeng Indo-Australia.
Baca juga:
- Tolak Jadi Timses RK Atau Pramono, Fauzi Bowo: Kewajiban Saya Perkenalkan Jakarta dan Seisinya
- Paus Fransiskus Tak Datangi Aksi Kamisan Walau Ramai Disuarakan Warganet
- Buronan Filipina Ditangkap di Tangerang, Ferdinand Marcos Ucapkan Terima Kasih ke Indonesia
- Demokrat Minta KPK Tidak Buat Gaduh Panggil Kaesang Klarifikasi soal Private Jet
Berdasarkan penelitian para ahli diperkirakan potensi gempa 8,9 SR dapat terjadi di Barat Daya Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai dan juga berpotensi menimbulkan tsunami setinggi 20 meter dengan waktu tiba kurang dari 7 menit.
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai telah membentuk desa tangguh bencana di antaranya sebanyak 24 desa di pesisir pantai yang berpotensi terdampak tsunami dan 10 desa di wilayah landaan tsunami. Desa-desa tangguh bencana tersebut merupakan bagian dari sebanyak 43 desa yang ada di Kepulauan Mentawai dan dihuni 95 ribu jiwa penduduk.
Pemerintah daerah pun telah menyiapkan lokasi evakuasi yang salah satunya berada di Desa Tuapejat. Desa berketinggian 65 meter di atas permukaan laut (MDPL) itu telah memenuhi 12 indikator tsunami ready community yang sudah diverifikasi Internasional.
Indeks risiko bencana di Mentawai pada 2023 sebesar 162,58 yang termasuk dalam kategori tinggi dengan indeks ketahanan daerah 0,41.
Selain itu juga sudah memasang sebanyak lima alat pendeteksi gempa bumi yang tersebar di Siberut, Sipura dan Pagai dan merencanakan pemasangan tambahan 3 alat pemantau ketinggian air laut yang semuanya dilakukan atas dukungan BMKG.