Pavel Durov, Pendiri Telegram yang Memilih Kebebasan daripada Harus Mematuhi Perintah dari Siapa Pun
JAKARTA -Pavel Durov, miliarder pendiri dan CEO aplikasi pesan Telegram, ditangkap di bandara Bourget di luar Paris pada Sabtu malam, 24 Agustus. Informasi penangkapan ini pertama kali dilaporkan oleh saluran TV Prancis TF1 dan BFM, yang mengutip sumber-sumber yang tidak disebutkan namanya.
Pavel Durov, 39 tahun, lahir di Rusia dan dikenal sebagai pendiri Telegram, sebuah platform pesan instan yang bersaing dengan aplikasi lain seperti WhatsApp, Instagram, TikTok, dan WeChat. Telegram, yang dikenal sebagai platform bebas dan aman, telah menjadi sumber informasi penting di berbagai negara, termasuk Rusia, Ukraina, dan negara-negara bekas Uni Soviet lainnya. Selama perang Rusia-Ukraina, Telegram digunakan secara intensif oleh pejabat dari kedua belah pihak, menjadikannya salah satu medan perang virtual dalam konflik tersebut.
Durov meninggalkan Rusia pada tahun 2014 setelah menolak memenuhi permintaan pemerintah untuk menutup komunitas oposisi di platform media sosialnya, VKontakte, yang kemudian dijualnya. Setelah meninggalkan Rusia, Durov mengalihkan fokusnya ke Telegram, yang kemudian tumbuh menjadi salah satu aplikasi pesan instan paling populer di dunia.
Pada tahun 2021, Durov resmi menjadi warga negara Prancis, namun ia memindahkan dirinya dan Telegram ke Dubai pada tahun 2017. Selain kewarganegaraan Prancis, Durov juga dilaporkan memiliki kewarganegaraan Uni Emirat Arab dan St. Kitts dan Nevis.
Baca juga:
- Begini Cara Mudah Membuat ID Apple Baru di iPhone, iPad, dan Vision Pro
- Pemerintah Jajaki Kerja Sama dengan Pengembang Gim Terbesar Polandia
- Gim Horor Post Trauma Siap Menemani Perjalanan Mengerikan Anda pada 29 Oktober
- Peringati Hari Bhakti Postel ke-79, APJII Menggelar APJII 7th Annual Golf Tournament
Rusia mulai memblokir Telegram pada tahun 2018 setelah Durov menolak perintah pengadilan untuk memberikan akses kepada dinas keamanan negara terhadap pesan-pesan terenkripsi pengguna. Meskipun upaya ini gagal sepenuhnya, tindakan tersebut memicu protes massal di Moskow dan kritik dari berbagai LSM.
Popularitas Telegram yang semakin meningkat juga menarik perhatian dari beberapa negara Eropa, termasuk Prancis, terutama terkait dengan masalah keamanan dan kebocoran data. Pada bulan Mei, regulator teknologi Uni Eropa menyatakan bahwa mereka sedang berkomunikasi dengan Telegram terkait dengan potensi penerapan regulasi yang lebih ketat terhadap platform tersebut di bawah undang-undang konten online terbaru UE.
Dalam wawancaranya dengan jurnalis AS, Tucker Carlson, pada bulan April, Durov menegaskan bahwa ia lebih memilih kebebasan daripada harus mematuhi perintah dari siapa pun. Pendirian inilah yang membawanya untuk meninggalkan Rusia dan mencari tempat yang lebih aman untuk Telegram, yang melibatkan perjalanan ke berbagai kota besar dunia seperti Berlin, London, Singapura, dan San Francisco.