Megawati soal Putusan MK Dianulir: Sebenarnya DPR Opo Toh Yo?
JAKARTA - Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mengaku heran dengan sikap DPR RI yang menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam merevisi Undang-Undang Pilkada.
Sebanyak delapan dari sembilan fraksi partai politik menyetujui perubahan RUU yang dibahas Rabu, 21 Agustus kemarin. Di antaranya Fraksi Gerindra, Demokrat, Golkar, PKS, NasDem, PAN, PKB, dan PPP. Hanya PDIP yang tak sepakat dengan revisi UU Pilkada.
"Masak (aturan) diputar-putar enggak jelas. Saya sampai garuk garuk kepala, lho. Ini juga urusan di DPR itu. Saya sampai mikir, nih sebenernya DPR opo toh yo? Saya ini anggota DPR 3 kali, lho. jangan lupa juga, tau aturan, eh, ya Allah," kata Megawati dalam pidatonya di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Kamis, 22 Agustus.
Presiden ke-5 RI ini pun sampai bertanya kepada pakar hukum tata negara yang juga mantan Ketua MK, Mahfud MD. Mahfud juga hadir dalam acara penyerahan dukungan pada bakal calon kepala daerah yang digelar PDIP hari ini.
Putri proklamator ini mempertanyakan apakah partai politik di parlemen saat ini masih punya kemandirian atau hanya mengikuti kemauan penguasa.
"Saya sampai tanya Pak Mahfud tadi. 'Pak, undang-undang parpol itu apa udah berubah ya? Ada kemandiriannya apa enggak?'" tanya Megawati.
Dalam kesempatan itu, Megawati menegaskan jika DPR mengingkari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), maka mereka melakukan pembangkangan terhadap konstitusi.
Presiden ke-5 RI ini menegaskan konstitusi lahir dari perjuangan para pendiri bangsa yang memerdekakan Indonesia. Sehingga, konstitusi adalah ekstraksi atau hasil pemikiran yang tidak bisa dibantah.
"Meskipun saat ini muncul berbagai upaya untuk mengeliminasi keputusan Mahkamah Konstitusi, selaku ketua umum PDI Perjuangan, saya menegaskan untuk taat sepenuhnya pada keputusan Mahkamah konstitusi," seru Megawati diiringi tepuk tangan para kader.
Baca juga:
Diketahui sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sepakat untuk membawa draf Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ke Rapat Paripurna.
Perubahan RUU Pilkada ini menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah ambang batas syarat pencalonan di Pilkada. Serta batas usia calon kepala daerah harus 30 tahun.
Kesepakatan membawa draf RUU tentang Pilkada ke Rapat Paripurna itu diambil dalam rapat pandangan mini fraksi yang digelar setelah Rapat Panja RUU Pilkada pada Rabu, 21 Agustus.
Rencananya, rapat paripurna digelar pada Kamis, 22 Agustus pagi. Namun, rapat dibatalkan karena kehadiran Anggota DPR tak mencapai kuorum dan akan dijadwalkan kembali.
Sementara, banyak masyarakat dari berbagai kalangan menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPR RI, mulai dari mahasiswa, buruh, komika, hingga selebtitas. Mereka menentang keputusan DPR yang merevisi UU Pilkada karena dianggap membangkang konstitusi.