Sejumlah PR yang Harus Diselesaikan Bahlil sebagai Menteri ESDM
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi melantik Bahlil Lahadalia menggantikan Arifin Tasrif sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Istana Negara, Senin, 19 Agustus.
Sebelumnya, Bahlil menjabat sebagai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira menyampaikan, terdapat banyak pekerjaan rumah (PR) yang mesti diselesaikan Bahlil sebagai Menteri ESDM baru menggantikan posisi Arifin Tasrif.
PR yang harus diselesaikan yakni, mempercepat transisi energi ke energi terbarukan, baik melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP) maupun dukungan langsung dari kebijakan ketenagalistrikan ESDM dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Selain itu, Bhima menyampaikan Bahlil juga harus menambah jumlah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang dipensiunkan, termasuk PLTU yang dioperasikan dan dipakai di luar jaringan listrik oleh pelaku industri (Captive), serta perlu merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
"Menambah jumlah PLTU Batu Bara yang bisa dipensiunkan, termasuk PLTU captive di kawasan industri. Revisi Perpres 112/2022 yang masih memperbolehkan pembangunan PLTU kawasan industri baru juga perlu direvisi. Diperkirakan terdapat 21 GW PLTU kawasan industri yang hendak dibangun dan menghambat upaya Indonesia mencapai target emisi karbon," jelasnya dalam keterangannya, Senin, 19 Agustus.
Baca juga:
- Serahkan Jabatan Menteri ESDM ke Bahlil, Arifin Tasrif: Selamat!
- Rosan Dilantik jadi Menteri Investasi, Erick Thohir: Kementerian BUMN Siap Bersinergi
- Tak Punya Utang, Menteri Investasi Rosan Roeslani Tercatat Miliki Harta Rp860 Miliar
- Resmi Dilantik jadi Menteri ESDM, Segini Harta Kekayaan Bahlil Lahadalia
Bhima menambah, Bahlil juga harus merevisi angka kewajiban pemenuhan pasar dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO).
Hal tersebut perlu dilakukan untuk mengakselerasi transisi energi ke energi terbarukan (EBT), serta memitigasi risiko ketergantungan bahan bakar fosil khususnya di pembangkit listrik.
"Bersama dengan Kementerian Keuangan perlu membahas revisi DMO Batu Bara yang menimbulkan risiko ketergantungan bahan bakar fosil khususnya di pembangkit listrik," ujarnya.
Menurut dia, Bahlil juga harus mempermudah energi berbasis komunitas untuk menggunakan transmisi milik PLN, dan menjual surplus listrik energi bersih ke PLN dan mendorong pajak produksi batu bara, dan evaluasi insentif pajak bagi smelter nikel yang belum selaras dengan tanggung jawab lingkungan (ESG).