Penjualan Rokok Dibatasi, UMKM hingga Pedagang Pasar Khawatir Omzet Turun

JAKARTA - Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) hingga pedagang pasar mangaku khawatir akan mengalami penurunan omzet imbas dari pembatasan penjualan rokok eceran yang diberlakukan pemerintah.

Seperti diketahui, pemerintah membatasi penjualan rokok eceran hingga zonasi dari pusat pendidikan dan lokasi permainan anak. Ketentuan pembatasan penjualan rokok itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024. Aturan itu diharapkan bisa menurunkan tingkat perokok anak.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Koperasi dan Ritel Indonesia, Anang Zunaedi mengungkapkan bahwa lebih dari 900 koperasi ritel dan 2.050 toko lokal yang mereka rata-rata mengandalkan omzet dari pejualan rokok.

Karena itu, Anang mengatakan pelaku UMKM memandang dampak lain dari aturan tersebut adalah anjloknya pendapatan pelaku usaha.

“Banyak anggota koperasi yang mereka mengandalkan penjualan rokok karena kontribusi omzetnya mencapai 50 persen,” katanya dalam Diskusi Media di Jakarta, Selasa, 13 Agustus.

Anang pun mengaku sudah pernah bersurat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Perdagangan, hingga Kementerian Koperasi dan UKM tekait dengan aturan pembatasan penjualan rokok eceran.

Dia berharap ada solusi atau rencana kebijakan tersebut. Selama ini, kata dia, aturan soal batasan penjualan rokok sebelumnya yang berlaku tidak pernah dilanggar. Seperti penjualan rokok terhadap batas usia tertentu.

Anang juga menolak keras pembatasan zonasi minimal 200 meter dari pusat pendidikan. Sebab, toko-toko yang sudah berdiri di dekat pusat pendidikan tidak bisa lagi berjualan.

“Sangat terasa sekali ya, yang jelas (UMKM) akan kehilangan omzet. Kawan-kawan UMKM itu kontribusinya 50 persen (dari penjualan rokok). Gimana dengan toko yang lain juga, otomatis dengan zonasi mereka enggak bisa jualan. Kami tolak. Kita akan upayakan bagaimana PP ini bisa dibatalkan,” ucapnya.

Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Herninta Defayanti mengatakan pedagang pasar juga banyak yang menjual rokok. Bahkan, dia bilang penjualan rokok menjadi kontributor terbesar pada pendapatan pedagang pasar.

Karena itu, Hernita menolak kebijakan pembatasan penjualan rokok yang diberlakukan pemerintah saat ini. Mengingat kondisi pedagang yang tengah mengeluh karena turunnya pendapatan.

“Ini jadi pukulan keras buat pedagang pasar terutama anggota kami dimana setiap hari pedagang pasar mengeluh turun omzet sampe 30 persen. Rokok sebagai salah satu komoditas dagang, produk fast moving yang cepat penjualannya dan itu penopang omzet sehingga tadi didampaikan, klasterisasi, (penjualan rokok) eceran tentu ini juga menjadi salah satu hal yang perlu diinjau ulang,” tegasnya.

Hernita tak menampik bahwa keputusan pemerintah ini terkait dengan kesehatan. Namun, dia bilang pemerintah juga perlu mempertimbangkan nasib 7,8 juta pedagang pasar yang terancam mengalami penurunan omzet.

“Memang ada isu terkait kesehatan, tapi kesejahteraan pedagang dimana ada 7,8 juta pedagang pasar, bahkan data terbaru ada 12 juta pedagang pasar. Ini bukan jumlah sedikit untuk bisa diakomodir pemerintah,” jelasnya.