Penyuap Edhy Prabowo Minta Keadilan, KPK: Silakan Sampaikan Fakta
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta penyuap eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Suharjito menyampaikan fakta yang diketahuinya terkait kasus suap benur atau benih lobster.
Penegasan ini disampaikan KPK menanggapi pernyataan tersangka penyuap Edhy Prabowo yang meminta eksportir lain yang dapat izin juga diusut.
"Silakan yang bersangkutan sampaikan fakta-fakta yang diketahuinya di depan persidangan, baik saat memberikan keterangan sebagai terdakwa maupun nanti sebagai saksi untuk tersangka EP (Edhy Prabowo) dan kawan-kawan," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 24 Maret.
Bila Suharjito menyampaikan fakta yang diketahui, tentu KPK langsung menindaklanjuti dengan meminta keterangan saksi atau pun mengecek bukti.
Prosedur ini dilakukan KPK karena proses hukum dalam menetapkan status tersangka harus sesuai alat bukti kuat.
"Perlu kami sampaikan bahwa KPK dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka itu bukan karena desakan atau permintaan pihak-pihak tertentu. KPK tidak tebang pilih. Kami patuh pada aturan hukum yang berlaku," tegasnya.
"Sebagai penegak hukum, KPK harus bekerja atas dasar hukum yang berlaku. Demikian dalam menetapkan seseorang sbg tersangka tentu dasarnya adalah adanya kecukupan alat bukti," imbuh Ali.
Diberitakan sebelumnya, terdakwa pemberi suap dalam kasus ekspor benur atau benih lobster, Suharjito meminta KPK bersikap adil. Dia meminta eksportir benur lain juga ditindak dalam kasus suap izin ekspor benur yang menjerat bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
"Ya kira-kira masa aku yang salah sendiri? Gitu saja logikanya kan," kata Suharjito kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.
Dia menjelaskan, perusahaannya ada di gelombang empat urutan ke 35 dalam izin ekspor benih lobster. Menurut pengusaha ini, pada gelombang empat itu ada 65 eksportir benur lain selain dirinya.
Suharjito meminta eksportir lainnya turut ditindak. Apalagi, dia merasa tertipu dengan Edhy Prabowo dan anak buahnya karena menyebabkan dirinya harus dibui dan perusahaannya goyang.
"Tanggung jawab saya ini banyak, karyawan yang saya pikul dengan kondisi COVID-19 seperti ini," ungkapnya.
Lagipula, dia selama ini tak ada niatan untuk memberikan fee kepada Edhy Prabowo. Suharjito menyebut, dirinya tak tahu jika pemberian uang yang diminta tersebut masuk dalam tindak korupsi.
"Kalau enggak diminta commitment fee aku enggak mungkin begini," tegasnya.
Baca juga:
- Minta Eksportir Benur Lain Diusut KPK, Suharjito Penyuap Edhy Prabowo: Masa Aku yang Salah Sendiri?
- Luhut Panen Raya Kentang di Sumut: Menurut Mentan Syahrul Hasilnya di Atas Rata-Rata Nasional
- Densus 88 Sita 31 Kotak Amal dari Penyergapan 18 Terduga Teroris di Sumut
- Anak Buah Anies Yakin Formula E Tahun 2022 Bisa Bangkitkan Ekonomi Indonesia
Diberitakan sebelumnya, dalam kasus suap ekspor benur atau benih lobster ini, Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama lima orang lainnya yaitu: Stafsus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM); Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD); Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin (AM).
Sementara pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito (SJT).
Sebagai pemberi suap, Edhy dan lima orang lainnya disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara, Suharjito pemberi suap diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.