Kasus Tanah Rumah DP Rp0, KPK Periksa Dirut Sarana Jaya Nonaktif Yoory Corneles
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya nonaktif Yoory Corneles hari ini, 24 Maret 2021.
Dia bakal diperiksa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur pada 2019. Tanah ini diduga untuk rumah DP RP0.
"Pemeriksaan dilakukan di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi Jalan Kuningan Persada Kavling 4, Setiabudi, Jakarta Selatan," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulisnya, Rabu, 24 Maret.
Selain Yoory, KPK juga memanggil Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya Denan Matulandi Kaligis.
Ali tak memaparkan materi pemeriksaan terhadap keduanya. Namun, nama Yoory disebut menjadi salah satu tersangka meski KPK belum mengumumkannya.
Baca juga:
- Diam-diam KPK Jadikan Bos BUMD Tersangka Dugaan Korupsi Pembelian Tanah Program DP 0 Rupiah
- Anies Naikkan Batas Penghasilan Penerima Rumah DP Rp0, Pengamat: Warga Miskin Mana yang Bergaji Rp14,8 Juta?
- Korupsi Lahan Sarana Jaya Dibongkar Anak Buah Sendiri, Wagub Riza Patria: Kami Tidak Tahu
- Ditanya Kenapa Batas Penghasilan Rumah DP Rp0 Naik Jadi Rp14 Juta, Anies: Nanti Ya
Diberitakan sebelumnya, KPK saat ini memang tengah mengusut kasus korupsi terkait pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur. Tanah ini, nantinya bakal digunakan untuk membangun rumah dengan down payment atau DP Rp0 yang merupakan program Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Meski belum diumumkan, berdasarkan surat panggilan seorang saksi, dalam perkara ini ada empat tersangka yang sudah ditetapkan oleh KPK. Tersangka pertama adalah Direktur Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles, yang kini sudah dinonaktifkan dari jabatannya.
Selain itu, KPK juga menetapkan dua pihak swasta Anja Runtuwene, dan Tommy Ardian sebagai tersangka. Tak hanya itu, KPK juga menetapkan korporasi yakni PT Adonara Propertindo.
Keempat tersangka itu disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.