DPR Minta Penegak Hukum Usut Info 'Blok Medan' yang Seret Kahiyang dan Bobby

JAKARTA - Bekas Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba menyebut ada kawasan tambang nikel milik putri Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kahiyang Ayu di Kabupaten Halmahera Timur bernama ‘Blok Medan’. DPR meminta penegak hukum segera melakukan investigasi mendalam terhadap keterangan tersebut.

"Sekiranya info tersebut benar, maka makin menambah runyam dunia pertambangan minerba (mineral dan batubara) yang sudah memprihatinkan. Tapi kalau info tersebut hanya gosip maka perlu ada klarifikasi dari Abdul Gani Kasuba," ujar Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, Senin 5 Agustus.

Legislator dapil Banten III itu menjelaskan pengusutan informasi yang menyeret nama-nama besar seperti Kahiyang dan suaminya, Bobby Nasution yang juga merupakan Wali Kota Medan dalam kasus korupsi ini memerlukan penanganan yang transparan dan objektif. Mulyanto meminta ada transparansi dalam pengusutan kasus tersebut.

"Kasus ini sangat penting karena melibatkan sosok spesial dari keluarga Istana yang sangat dekat dengan pusat kekuasaan. Usut secara profesional, jangan sampai aparat penegak hukum terkesan lemah menghadapi kasus ini," tegasnya.

Dalam sidang kasus korupsi Abdul Gani Kasuba, muncul adanya kesaksian tentang pengurusan izin usaha tambang untuk perusahaan yang diduga milik Bobby Nasution. Abdul Gani Kasuba disebut menggunakan kode ‘Blok Medan’ untuk pengurusan izin tambang Bobby.

Namun, Abdul Gani Kasuba mengaku istilah ‘Blok Medan’ dipakai untuk pengurusan izin tambang di Halmahera untuk usaha milik istri Bobby, yakni Kahiyang Ayu yang tak lain adalah anak kedua dari Presiden Jokowi.

Mulyanto pun menuntut penegak hukum untuk mengusut pengakuan Abdul Gani Kasuba yang kini tengah menjalani sidang perkara suap agar tidak terjadi bola liar politik dan dapat merugikan salah satu pihak.

“Pengusutan harus dilakukan secara profesional dan transparan, karena kasus ini dapat menjadi barometer untuk mengukur kinerja aparat penegak hukum,” ungkap Mulyanto.

Di sisi lain, Mulyanto menilai korupsi pertambangan saat ini sudah menggurita dan melibatkan banyak aktor yang memiliki kekuasaan baik di pusat maupun didaerah dari berbagai bidang. Oleh karenanya, Pemerintah dituntut melakukan reformasi sistemik yang harus mencakup peningkatan transparansi dalam proses perizinan dan pengawasan terhadap pejabat publik serta lembaga pemerintah.

“Pemerintah harus segera membentuk Satgas Terpadu Tambang Ilegal (PETI), sehingga berbagai persoalan terkait tambang ini dapat diselesaikan dengan baik secara terpadu,” tuturnya.

Peringatan dari Mulyanto itu penting mengingat hingga hari ini draf mengenai Satgas PETI yang sudah lama berada di Sekretariat Negara tidak kunjung diteken oleh Presiden Jokowi.

"Yang ada Pemerintah malah menambah runyam keadaan dengan memberikan prioritas khusus IUP minerba kepada ormas keagamaan," tukas Mulyanto.

Komisi VIII DPR yang membidangi urusan Energi itu mendesak pemerintah untuk segera meneken draf SK Satgas tersebut karena saat ini sudah banyak kasus pelanggaran hukum di beberapa pertambangan yang mandeg dan tidak dapat diproses. Mulyanto menyebut, adapula kasus hukum tambang yang menggantung tidak ada penyelesaian.

"Pemerintah sudah harus menyikapi dengan tegas dan segera tindak lanjut SK Satgas tersebut agar permasalahan ini lekas selesai dan tidak berlarut," ucapnya.

Mulyanto juga meminta agar ada sistem perbaikan dalam tata kelola dan tugas antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Hal ini agar tidak ada tumpang tindih kewenangan.

"Kedua kementerian tersebut harus dilakukan penataan ulang dari segi tugas dan kewenangannya agar tidak tumpang tindih,” tutur Mulyanto.

Mulyanto menyoroti tentang bagaimana Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia yang sering mengintervensi kewenengan Menteri ESDM. Bahlil disebut banyak merambah masuk dan bikin heboh dalam bidang pengurusan pertambangan, seperti kasus pencabutan ribuan IUP (izin usaha pertambangan), pemberian prioritas konsesi tambang kepada ormas keagamaan, perpanjangan izin tambang PT Vale dan PT Freeport Indonesia, dan lainnya.

Untuk itu, Mulyanto mengingatkan pentingnya ada penataan ulang tugas dan kewenangan instansi dalam hal urusan tambang.

“Kalau seperti sekarang malah memperumit keadaan yang sudah ruwet," pungkasnya.