IHSG Anjlok 3,40 Persen akibat Sentimen Global dan Domestik

JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 3,40 persen atau 248,47 poin ke 7.059,65 hingga akhir perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Selanjutnya, total volume transaksi bursa mencapai 24,4 miliar saham dengan nilai transaksi Rp13,75 triliun.

Sebanyak 592 saham melemah, 62 saham menguat dan 134 saham stagnan.

Adapun seluruh indeks sektoral merosot bersama dengan IHSG. Sektor energi turun 4,94 persen, sektor barang baku anjlok 4,69 persen,ektor transportasi dan logistik terjun 4,23 persen, sektor perindustrian melemah 3,73 persen, dan sektor infrastruktur merosot 3,15 persen.

Selanjutnya, sektor properti dan real estat turun 3,05 persen, sektor teknologi melemah 2,92 persen, sektor keuangan turun 2,69 persen, sektor barang konsumsi nonprimer anjlok 2,47 persen, sektor barang konsumsi primer melemah 1,77 persen, sektor kesehatan merosot 0,72 persen.

Analis Phintraco Sekuritas Alrich Paskalis Tambolang menyampaikan pelemahan IHSG disebabkan dari faktor domestik dan luar negeri.

Alrich menyampaikan dari sisi kondisi ekonomi domestik relatif solid adapun pada kuartal II-2024, ekonomi Indonesia tumbuh 5,05 persen (yoy).

Meskipun terjadi penurunan secara kuartal-ke-kuartal, konsumsi rumah tangga tetap tumbuh sebesar 4.93 persen serta investasi yang meningkat menjadi 4,43 persen.

"Pada saat ini ekonomi Indonesia masih berada dalam asumsi APBN pada kisaran 5 persen. Kondisi ekonomi domestik ini yang menjaga potensi pelemahan lebih dalam IHSG pada hari ini," jelasnya kepada VOI, Senin, 5 Agustus.

Alrich menjelaskan sentimen dari luar berasal dari data tenaga kerja di Amerika Serikat telah menurun dalam beberapa bulan terakhir, di mana minggu lalu Initial Jobless Claims bertambah 249,000, penambahan terbesar sejak 2023.

"Diikuti ISM Manufacturing PMI turun ke 46.8 di Juli 2024 dari 48.5 di Juni 2024. sehingga memicu kekhawatiran akan resesi ekonomi di Amerika Serikat," ujarnya.

Alrich menjelaskan, setelah sebelumnya Nikkei mengalami pelemahan harian terbesar sejak insiden Black Monday di 1987 bersamaan dengan turunnya yield obligasi pemerintah Jepang dengan yield pada benchmark JGB 10-year jatuh di bawah level 1 persen dan mencapai level terendah sejak 20 Juni.

"Hal ini sebagai respons investor atas aksi BoJ dengan menaikkan tingkat suku bunga dari 0.1 persen ke 0.25 persen pada Rabu, 31 Juli serta pengurangan pembelian obligasi oleh BoJ," ucapnya.

Head of Research Kiwoom Sekuritas, Sukarno Alatas menyampaikan penurunan indeks hari ini inline dengan bursa asia lainnya, dikarenakan kekhawatiran akan resesi di AS, konsumen minyak terbesar di dunia, diimbangi oleh risiko pasokan yang timbul dari ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

"Data hari Jumat menunjukkan perlambatan tajam dalam pertumbuhan lapangan kerja di AS, peningkatan angka pengangguran, dan pertumbuhan upah yang lebih lambat," ucapnya kepada VOI, Senin, 5 Agustus.

Selain itu, Sukarno menyampaikan sentimen lainnya berasal dari sisi sektor manufaktur China secara tak terduga mengalami kontraksi.

Ditambah juga sentiment negatif dari BoJ yang menaikan Tingkat bunganga ke level 0.25 persen dari 0.10 persen.

"Indeks nikei anjlok karena saham-saham Jepang mengikuti kerugian di Wall Street yang didorong oleh kekhawatiran akan resesi AS dan laba yang mengecewakan dari perusahaan-perusahaan teknologi besar," imbuhnya.

Menurut Sukarno, ke depannya IHSG masih akan tetap ada peluang untuk membaik ketika tekanan sudah redah. Meskipun secara tren jangka pendek IHSG sudah breakdown support area sideways dan sudah dikatakan memasuki tren penurunan.

Sukarno menjelaskan, sentimen pertumbuhan ekonomi domestik yang di tengah ancaman resesi Amerika Serikat bisa menjadi daya tahan indeks ditengah sentiment negative dari eksternal.

"Terbaru pertumbuhan gdp di kuartal II berhasil tumbuh secara (QoQ) meskipun jika dinilai secara (yoy) pertumbuhannya melambat, tapi resultnya di atas ekspektasi pasar," jelasnya.

Sebab itu, Sukarno menyampaikan kedepannya ada peluang teknikal rebound dan setelah itu pergerakan indeks akan melanjutkan tren sideways jangka menengah dan setelah itu peluang naik ketika peluang The Fed bisa menurunkan tingkat suku bunganya di September nanti.

"Saat ini prediksinya masih bisa lanjut turun ke level support selanjutnya di area 6,950 (FR 61.8 persen) - 6,968 – 6,987 (area gap)," pungkasnya.