Mengenang Hamzah Haz: Wapres yang Tak Sudi Citra Indonesia Jadi Sarang Teroris
JAKARTA - Andil Hamzah Haz sebagai Wakil Presiden Indonesia era 2001-2004 bawa angin segar bagi umat Islam. Ia dianggap sebagai pendamping yang tepat Megawati Soekarnoputri. Kepemimpinannya memang tak sempurna. Sikapnya dianggap 'lembek' terhadap kelompok Islam radikal.
Narasi itu terjadi kala berbagai teror muncul di Indonesia. Dunia pun melihat Indonesia bak sarang terorisme. Namun, Hamzah pasang badan. Ia menolak klaim itu. Hamzah bahkan mencoba mendudukkan pemimpin kelompok Islam radikal satu meja.
Dinamika politik tidak ada yang tahu. Kekuasaan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) secara mengejutkan bisa lengser. Kondisi itu membuat Megawati Soekarnoputri jadi Presiden Indoensia. Kekosongan posisi Wakil Presiden Indonesia mulai dipikirkan. Nama-nama besar dari masing-masing fraksi disiapkan.
Hamzah Haz yang diusung Partai Persatuan Pembangunan (PPP), misalnya. Ia berhasil mengalahkan lawan-lawannya macam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Akbar Tanjung pada 20 Oktober 2004. Hamzah dianggap representasi Islam di pemerintahan.
Kehadirannya lalu digadang-gadang dapat menjembatani keinginan umat Islam ke pemerintah. Anggapan itu tak salah. Ia yang besar di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU) justru mengakomodasi segenap ormas Islam yang ada.
Ia tak hanya condong kepada Muhammadiyah dan NU saja. Hamzah malah mencoba coba ‘mempersatukan’ ormas Islam lainnya hingga yang radikal sekali pun. Langkah Hamzah sempat dikritik.
Pendekatan yang diambil Hamzah lebih kental nuansa politik, daripada tujuan agama. Mulanya Hamzah Haz mencoba mengakomodir supaya Piagam Jakarta kembali digunakan. Sekalipun usaha itu kandas.
Hamzah mulai mendekati petinggi pesantren lainnya. Siasat itu membuat pemerintah Megawati-Hamzah bak didukung oleh semua elemen Islam, dari moderat, fundamental, hingga radikal. Gaya kepemimpinan Hamzah dianggap berisiko.
Hamzah bisa jadi mengancam frasa Bhinneka Tunggal Ika. Padahal, keberagaman adalah kekuatan utama Indonesia seperti yang digambarkan para tokoh bangsa dulu kala.
“Hamzah hendak menjaring dukungan dari kelompok-kelompok yang ingin saya sebut sebagai new Islamic movement (gerakan Islam baru)-untuk membedakan dari gerakan Islam lama seperti NU dan Muhammadiyah. Hamzah juga menghendaki agar PPP bisa benar-benar memupuk citra sebagai partai yang membela kepentingan umat Islam.“
“Cara yang dilakukan adalah mendukung usaha memasukkan kembali tujuh kata dalam Piagam Jakarta ke dalam amandemen Pasal 29 UUD 1945, dan merangkul kelompok-kelompok Islam di luar arus utama yang muncul bak kecambah akhir-akhir ini. Usaha Hamzah yang menurut saya agak ‘eksesif’ untuk keliling salat Jumat dari satu masjid ke masjid yang lain di Jakarta, atau mengunjungi sejumlah pesantren di Jawa, adalah bentuk perjalanan politik untuk meraih dukungan dari umat. Saya menyebutnya sebagai "diplomasi kanah" ala Hamzah,” ungkap Ulil Abshar Abdalla dalam tulisannya di majalah Tempo berjudul Bahaya Diplomasi Kanan Hamzah Haz (2002).
Indonesia Bukan Sarang Teroris
Kepemimpinan Hamzah mulai digoyang kala terjadinya aksi teror Bom Bali dan Bom Marriot. Keduanya aksi bom itu membuat dunia barat – utamanya Amerika Serikat (AS) menganggap Indonesia sebagai sarang teroris. Suatu kondisi yang membuat beberapa negara memberikan ‘travel warning’ tak berkunjung ke Indonesia.
Sorotan tajam pun diarahkan kepada Hamzah. Ia dianggap biang keladi yang menyuburkan paham radikal di Indonesia. Kedekatan Hamzah dengan pemimpinan ormas radikal jadi musabab. Apalagi Hamzah diketahui dekat dengan Abu Bakar Ba’asyir.
Ba’asyir sendiri belakangan sering dikaitkan dengan jaringan terorisme pimpinan Osama Bin Laden, Al Qaeda. Namun, Hamzah mencoba membuktikan bahwa anggapan orang kebanyakan salah. Ia mulai menggelar dialog.
Ia coba mendatangi pimpinan pasanteren yang ada. ia mau meminta masukan terkait agenda terorisme yang mulai marak di Indonesia. Hamzah Haz bak menolak ditekan AS untuk segera menangkap tokoh-tokoh Islam radikal. Sekalipun Indonesia diancam AS yang tak mau menangguhkan utang Indonesia.
Hamzah mencoba mengumpulkan mereka satu meja. Ia mendatangkan Ba’asyir, Rizieq Shihab (Front Pembela Islam), dan Ja’far Umar Thalib (Laskar Jihad). Hamzah Haz meminta penjelasan. Kesimpulan pun ditarik bahwa Indonesia bukan sarang teroris.
Keyakinan itu terus dipegang Hamzah hingga akhir hayatnya. Sekalipun klaim Hamzah Haz memunculkan pro-kontra di zamannya.
“Wakil Presiden Hamzah Haz pernah mengundang Abu Bakar Ba'asyir dan Ja'far Umar Thalib ke suatu perjamuan makan malam di rumahnya dan mengumumkan bahwa tidak ada teroris di Indonesia. Namun, klaim semacam ini semakin sulit untuk diyakini.”
“Masyarakat kelas menengah Jakarta benar-benar merasa diserang ketika Hotel Marriot di Jakarta di bom pada bulan Agustus 2003, yang menewaskan 12 warga Indonesia (termasuk si pelaku bom bunuh.diri) dan seorang dari Eropa, serta mencederai banyak yang lain,” ungkap sejarawan M.C. Ricklefs dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (2008).
Baca juga:
- Praktik Perjokian Era Orde Baru: Fenomena Menyedihkan Masuk PTN Cara Instan
- Mendagri Hari Sabarno dan Skandal Korupsi Mobil Damkar
- Karier Sempurna Kamala Harris: Dari Jaksa, Senator, hingga Wapres AS
- Sejarah Prancis Larang Atribut Keagamaan di Sekolah: Kebebasan, Kesetaraan, dan Persaudaraan adalah Segalanya
Hamzah Haz lahir di Ketapang, Kalimantan Barat pada 15 Februari 1940 dan meninggal dunia dalam usia 84 tahun, di Jakarta pada 24 Juli 2024. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman keluarga di Cisarua, Kabupaten Bogor.