KPK Tak Tutup Peluang Lakukan OTT Pejabat Meski Disebut Luhut Kampungan
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap pejabat akan tetap dilakukan. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyebutnya sebagai hal yang klise, namun peluang untuk melakukan penindakan belum tertutup.
"KPK sendiri tidak pernah menutup peluang untuk melakukan penangkapan," kata juru bicara KPK Tessa Mahardika kepada wartawan, Rabu 24 Juli.
Namun demikian, menurut Tessa, pihaknya saat ini masih fokus pada penanganan dugaan korupsi melalui penyidikan kasus. Hal ini diharapkan dapat memaksimalkan pemulihan aset dan pengembalian kerugian negara.
"Arah fokus KPK dalam penindakan adalah pemulihan aset, di mana target penyitaan Rp2,4 miliar pada penyidikan di tahun 2022 meningkat menjadi Rp1 triliun, melebihi target Rp1,8 triliun yang akan disita di tahun 2023.
"Karena anggaran yang diberikan kepada KPK untuk asset recovery atau penyelamatan aset lebih bermanfaat. Daripada kita hanya melakukan OTT, tapi tidak ada asset recovery, sementara Papua bisa saja jauh untuk OTT dan biaya perjalanannya sudah diketahui tinggi," lanjut juru bicara yang berlatar belakang penyidik ini.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan kembali menyebut operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buruk.
Hal ini disampaikannya dalam acara peluncuran dan sosialisasi implementasi komoditas nikel dan timah melalui Sistem Informasi Mineral dan Batubara (Simbara) kementerian dan lembaga yang diselenggarakan pada hari Senin, 22 Juli, di Aula Danapara, Kementerian Keuangan, Jakarta.
"Saya bilang OTT itu palsu. Ini memang palsu karena kita sendiri yang membuatnya palsu," kata Luhut dalam sebuah pernyataan.
Alih-alih melakukan penangkapan, seharusnya dibuat sebuah sistem untuk melawan korupsi. Salah satunya bisa dilakukan melalui Pontira.
Baca juga:
"Saya yakin dengan efisiensi yang lebih tinggi, korupsi juga tidak akan terjadi," katanya.
"Untuk apa, Anda berurusan dengan mesin. Kalau kita hanya tanda tangan pakta integritas, segala macam berdoa sampai kapan pun, korupsi jalan terus. Untuk apa, dia bisa ketemu, dia bisa negosiasi," lanjutnya.