Bagikan:

JAKARTA - Penandatanganan kesepakatan antara faksi-faksi Palestina di Beijing, China, termasuk oleh Fatah dan Hamas, belum akan diikuti perkembangan drastis, mengingat adanya perbedaan mendasar antar dua faksi terbesar tersebut, kata pengamat Timur Tengah.

Sebanyak 14 faksi Palestina sepakat untuk merapatkan barisan dan melupakan perbedaan di antara mereka, menandatangani apa yang disebut sebagai Deklarasi Beijing, usai menggelar pertemuan pada 21-23 Juli di ibu kota China itu.

"Belum akan ada perkembangan dramatis karena konsentrasi masih pada Perang Gaza," kata pengamat Timur Tengah Faisal Assegaf kepada VOI, seperti dikutip 24 Juli.

Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan, kesepakatan yang diselesaikan pada Hari Selasa tersebut meletakkan dasar bagi "pemerintahan rekonsiliasi nasional sementara" untuk memerintah Gaza pascaperang, dikutip dari Al Jazeera.

Sekretaris Jenderal Inisiatif Nasional Palestina (PNI) Mustapha Barghouti, salah satu dari 14 faksi yang menandatangani perjanjian tersebut mengatakan, perjanjian itu "jauh lebih maju" daripada yang dicapai dalam beberapa tahun terakhir.

Ia mengatakan empat elemen utamanya adalah pembentukan pemerintahan persatuan nasional sementara, pembentukan kepemimpinan Palestina yang bersatu menjelang pemilihan umum mendatang, pemilihan bebas Dewan Nasional Palestina yang baru, dan deklarasi umum persatuan dalam menghadapi serangan Israel yang terus berlanjut.

Namun, Faisal menilai itu masih sulit selama Fatah masih berkompromi dengan Israel. Hamas dan Fatah juga beda prinsip. Hamas tidak mau mengakui eksistensi Israel, sedangkan Fatah sebaliknya.

rekonsiliasi faksi palestina
Penutupan dialog rekonsiliasi faksi Palestina di Beijing, China. (Sumber: Xinhua/Zhai Jianlan)

"Perbedaan prinsip ini berpengaruh terhadap konsep solusi dua negara diusung masyarakat internasional sebagai satu-satunya solusi untuk Palestina merdeka," jelas Faisal.

Menlu China Wang Yi mengatakan, "Hasil intinya adalah bahwa PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) adalah satu-satunya perwakilan sah dari semua orang Palestina," kata diplomat tinggi China itu, seraya menambahkan, "suatu perjanjian telah dicapai mengenai tata kelola pascaperang Gaza dan pembentukan pemerintahan rekonsiliasi nasional sementara."

"Kalo Hamas masuk PLO, Israel tidak akan mau mengakui dan bekerjasama," tandas Faisal.

Pada konferensi pers hari Selasa di Beijing, perwakilan delegasi Hamas Mousa Abu Marzook mengatakan mereka telah mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan "jalur rekonsiliasi," sementara juga menggunakan platform di Beijing untuk membela serangan kelompok itu pada 7 Oktober terhadap Israel.

"Kita berada di persimpangan bersejarah. Rakyat kita bangkit dalam upaya mereka untuk berjuang," kata Abu Marzook, dikutip dari CNN.

Sedangkan pihak Fatah mengatakan, kesepakatan di China kemungkinan akan dilaksanakan setelah adanya gencatan senjata konflik di Gaza.

"Kesepakatan di Tiongkok didasarkan pada perluasan cakupan keanggotaan di PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) untuk mencakup faksi-faksi lain yang belum bergabung," termasuk Hamas, kata juru bicara Fatah Jamal Nazzal, dikutip dari AP.

"Masih jauh di depan, dan sebagian besar akan dilaksanakan setelah kemungkinan gencatan senjata," tambahnya.

Diketahui, Fatah mendominasi PLO dan PA (Otoritas Palestina), pemerintahan sementara Palestina yang didirikan di Tepi Barat yang diduduki Israel setelah perjanjian tahun 1993 yang dikenal sebagai Kesepakatan Oslo ditandatangani. Hamas tidak mengakui Israel.

PA memegang kendali administratif atas Gaza hingga 2007, setelah Hamas memenangkan pemilihan legislatif 2006 di wilayah pendudukan dan mengusirnya dari jalur tersebut. Sejak saat itu, Hamas telah memerintah Gaza dan PA memerintah sebagian wilayah Tepi Barat.