Lawan Rezim Militer: Parlemen dan Etnis Bersenjata Myanmar Siapkan Serikat Federal, Punya Tentara Sendiri
JAKARTA - Menteri Luar Negeri Komite Perwakilan Parlemen Myanmar (CRPH) Zin Mar Aung mengungkapkan, pembicaraan pembentukan serikat federal Myanmar sejauh ini berjalan lancar.
"Kami sudah mencapai sekitar 80 persen," ungkap Zin Mar Aung, anggota parlemen dari Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) ini, melansir Myanmar Now.
CRPH, yang sebagian besar terdiri dari anggota parlemen yang dipilih dalam pemilihan tahun lalu dan digulingkan rezim militer Myanmar, telah bernegosiasi dengan kelompok etnis bersenjata, partai politik, dan komite protes sejak dibentuk.
"Kami sedang mendiskusikan bagaimana kami dapat bekerja bersama dalam situasi seperti ini. Kami berusaha agar satu suara bisa bersatu," kata Zin Mar Aung.
CRPH, lanjutnya, sedang dalam pembicaraan dengan berbagai kelompok etnis bersenjata baik secara individu maupun kolektif, untuk mencapai kesepakatan tentang syarat-syarat pembentukan serikat federal.
Di antara mereka yang terlibat dalam pembicaraan tersebut adalah tiga kelompok etnis bersenjata utama di Myanmar, yang sejak awal mendukung rakyat melawan kudeta militer.
"Karen National Union (KNU) Kachin Independence Army (KIA) di bawah Kachin State, serta Restoration Council for Shan Stae (RCSS), serta kelompok lain yang menandatangani Perjanjian Gencatan Senjata Nasional," papar Zin.
"Masih ada kecurigaan dari masa lalu. Kami bekerja sama untuk menghapusnya dan membangun kepercayaan. Kami perlahan mulai membangun beberapa kesamaan sekarang," imbuhnya
Hasil diskusi dengan kelompok etnis bersenjata dan pemangku kepentingan lainnya, akan menjadi dasar yang baik untuk serikat federal di masa depan untuk melawan rezim militer Myanmar.
Salah satu masalah yang perlu segera diselesaikan adalah, pembentukan tentara federal baru yang selaras dengan aspirasi negara secara keseluruhan.
"Bekerja menuju serikat federal berarti kita harus bekerja untuk membentuk tentara federal, yang harus dipandu oleh standar etika. Tentara profesional sejati tidak akan pernah bertindak seperti preman," tukasnya.
Baca juga:
- Korban Tewas Terus Bertambah, Raksasa Energi Prancis EDF Tunda Proyek PLTA Senilai Rp21,5 T di Myanmar
- Thailand Bantah Pasok Beras untuk Militer Myanmar di Wilayah Perbatasan
- Gunakan Pasal Karet, Rezim Militer Myanmar Tuntut 10 Akademisi dan 400 Mahasiswa
- Rezim Militer Makin Represif, Warga Tolak Pemakaman Polisi Myanmar
Hingga Minggu 21 Maret, sedikit 248 orang tewas sejak kudeta militer Myanmar pada 1 Februari, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), seperti melansir Reuters.
Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.