Kemenperin Sita 25.257 Speaker Tanpa SNI Senilai Rp10,2 Miliar
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melakukan penyitaan sementara terhadap 25.257 pengeras suara atau speaker aktif senilai Rp10,2 miliar lantaran tidak memiliki Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT-SNI).
Kepala Badan Standardisasi Kebijakan Jasa Industri Kemenperin Andi Rizaldi mengungkapkan, sebanyak 25.257 unit speaker aktif itu diamankan dari tiga pelaku usaha yaitu, PT BSR sebanyak 24.099 unit dengan nilai sekitar Rp8,5 miliar, PT SEI sebanyak 353 unit dengan nilai sekitar Rp1,4 miliar dan PT PIS sebanyak 805 unit dengan nilai Rp281,7 juta.
Temuan tersebut terkait ketidakpatuhan pelaku usaha dalam memenuhi ketentuan SNI yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan SNI Audio Video dan Elektronika Sejenis secara wajib.
"Ketiganya diwajibkan untuk menghentikan kegiatan impor dan dilarang untuk mengedarkan produk tersebut," ujar Kepala BSKJI Kemenperin Andi Rizaldi dalam keterangan, Sabtu, 20 Juli.
Adapun hasil pengawasan terhadap PT BSR, PT SEI dan PT PIS pada Juli 2024 di Jakarta itu menunjukkan adanya produk speaker aktif hasil importasi dari China yang tidak memiliki SPPT-SNI.
Andi mengatakan, Ketiadaan SPPT-SNI pada produk tersebut dikhawatirkan dapat membahayakan keamanan dan keselamatan pengguna serta merugikan produsen dalam negeri.
"Produk yang tidak memiliki SPPT-SNI ini berpotensi merugikan konsumen dan menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Kami tidak akan menoleransi pelanggaran semacam ini," tegas Andi.
Menurut Andi, Kemenperin berkomitmen untuk terus melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap produk-produk yang tidak sesuai ketentuan melalui kerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait.
Pihaknya juga bertekad untuk terus meningkatkan kualitas pengawasan dan memastikan setiap produk yang beredar di pasar memenuhi standar yang telah ditetapkan. Andi menilai, pengawasan adalah kunci untuk melindungi konsumen dan industri dalam negeri.
"Kami akan terus berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memastikan penegakan hukum berjalan efektif," imbuhnya.