AS Tempatkan Rudal Jarak Jauh di Jerman, Menhan Pistorius: Respons Rudal Iskander Rusia

JAKARTA - Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius mengatakan pada Hari Kamis, keputusan untuk mengerahkan rudal jarak jauh Amerika Serikat di Jerman mulai tahun 2026 merupakan respons terhadap pengerahan sistem rudal taktis Iskander di Wilayah Kaliningrad, Rusia.

"Apa yang akan dilakukan Amerika Serikat di Jerman mulai tahun 2026 tidak lain adalah sebagai respon terhadap ancaman Rusia yang diwakili oleh penyebaran rudal Iskander di Kaliningrad," katanya dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Tageblatt yang berbasis di Luksemburg, melansir TASS 18 Juli.

Lebih lanjut Pistorius mengatakan, Jerman "belum pernah menghadapi masalah pengerahan senjata selama 35 tahun." Menurutnya, keberadaan rudal Negeri Paman Sam di Jerman dapat dijelaskan dengan adanya kebutuhan akan penangkalan nuklir.

"Ketika semua orang menyadari Jerman dan NATO mampu mempertahankan diri mereka sendiri dengan sukses, hal ini akan mengurangi kemungkinan serangan terhadap kami," ujarnya.

Ketika ditanya di mana rudal jelajah dan supersonik AS akan ditempatkan di Jerman, ia mengatakan: "Ini belum diputuskan."

"AS saat ini sedang melakukan persiapan untuk pengerahan senjata-senjata ini ke Jerman. Namun, saya ingin memperjelas: ini adalah senjata konvensional," kata Pistorius.

Dia menambahkan, kepemimpinan Jerman "akan melakukan segala sesuatu yang mungkin untuk mencegah eskalasi ketegangan." Dalam pandangannya, jika "menjadi jelas bagi semua orang" bahwa Jerman dan NATO mampu mempertahankan diri, hal itu akan mengurangi kemungkinan serangan terhadap mereka.

Diberitakan sebelumnya, Amerika Serikat dalam pernyataan bersama pada 10 Juli lalu menyebutkan, Washington akan menempatkan rudal jarak jauhnya di Jerman pada tahun 2026, sebagai bagian dari komitmen terhadap pertahanan NATO dan Eropa, kata kedua negara dalam sebuah pernyataan.

"Penempatan episodik" Amerika Serikat merupakan persiapan untuk penempatan jangka panjang dari kemampuan tersebut yang akan mencakup SM-6, rudal jelajah Tomahawk, dan senjata hipersonik yang sedang dikembangkan yang memiliki jangkauan lebih jauh daripada kemampuan saat ini di Eropa, kata kedua negara Hari Rabu, melansir Reuters.

Diketahui, rudal berbasis darat dengan jangkauan melebihi 500 kilometer dilarang hingga 2019, berdasarkan Perjanjian Kekuatan Nuklir Jarak Menengah (INF) yang ditandatangani oleh Mikhail Gorbachev dari Uni Soviet dan mantan Presiden AS Ronald Reagan pada tahun 1987.

Perjanjian ini menandai pertama kalinya kedua negara adidaya tersebut sepakat untuk mengurangi persenjataan nuklir mereka dan menghilangkan seluruh kategori senjata.

Sejalan dengan para penandatangan, Jerman, Hongaria, Polandia, dan Republik Ceko menghancurkan rudal mereka pada tahun 1990-an, yang kemudian diikuti oleh Slowakia dan Bulgaria.

Belakangan, Amerika Serikat menarik diri dari Perjanjian INF pada tahun 2019, mengatakan Moskow melanggar perjanjian tersebut, dengan alasan pengembangan rudal jelajah darat 9M729 oleh Rusia yang dikenal di NATO sebagai SSC-8.

Kremlin berulang kali membantah tuduhan tersebut dan kemudian memberlakukan moratorium atas pengembangan rudalnya sendiri yang sebelumnya dilarang oleh perjanjian INF, rudal balistik dan jelajah berbasis darat dengan jangkauan 500 km hingga 5.500 km.

"Tanpa rasa gugup, tanpa emosi, kami akan mengembangkan respons militer, pertama-tama, terhadap permainan baru ini," kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov, menanggapi rencana penempatan rudal jarak jauh AS, menyebut itu sebagai langkah eskalasi yang bertujuan untuk mengintimidasi Rusia.

Sedangkan Duta Besar Rusia untuk Washington Anatoly Antonov mengatakan, rencana AS tersebut meningkatkan kemungkinan perlombaan rudal dan dapat menyebabkan eskalasi yang tidak terkendali.