OJK Sebut 4 Perusahaan Pembiayaan RI Diminati Asia Timur
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa para investor asing dari Asia Timur menunjukkan minat yang cukup baik terhadap perusahaan pembiayaan di Indonesia.
“Saat ini terdapat empat perusahaan pembiayaan yang telah melaporkan realisasi akuisisi oleh asing,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman.
Dirinya menyampaikan bahwa para investor asing tersebut berasal dari Korea Selatan, Hong Kong dan Jepang.
Selain itu, lanjutnya, terdapat pula satu perusahaan yang tengah dalam proses realisasi akuisisi serta dua perusahaan lainnya yang sedang dalam proses persetujuan akuisisi.
“Segmen perusahaan pembiayaan yang diakuisisi oleh asing didominasi oleh sektor pembiayaan kendaraan bermotor,” ujar Agusman.
Sementara itu, terkait kinerja Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech lending, ia menuturkan bahwa penyaluran pendanaan bulanan meningkat per Mei lalu.
Hal tersebut pun berdampak positif terhadap peningkatan laba industri LPBBTI yang naik 59,45 persen dari Rp173,73 miliar pada April 2024 menjadi Rp277,02 pada Mei 2024.
Meskipun begitu, pihaknya mencatat bahwa masih terdapat 15 penyelenggara fintech lending yang memiliki tingkat kelalaian bayar oleh debitur di atas 90 hari dari tanggal jatuh tempo (TWP90) yang melebihi ambang batas 5 persen sesuai ketetapan OJK.
Baca juga:
“OJK terus melakukan pembinaan dan meminta Penyelenggara membuat action plan untuk memperbaiki kualitas pendanaannya,” ucap Agusman.
Selain rasio TWP90 tersebut, ia menyatakan bahwa sejumlah perusahaan pembiayaan dan penyelenggara LPBBTI juga menghadapi masalah dalam memenuhi ketentuan ekuitas minimum.
Ia menyebutkan bahwa hingga Mei 2024, terdapat tujuh dari 147 perusahaan pembiayaan yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum Rp100 miliar serta satu dari 100 penyelenggara LPBBTI yang belum memenuhi kewajiban minimum Rp2,5 miliar.
“Hal ini disebabkan antara lain karena belum dilakukannya penyuntikan modal atau proses peningkatan permodalan yang sedang dilakukan belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” imbuhnya.