Kominfo Blokir Aplikasi Telegram dalam Memori Hari Ini, 14 Juli 2017

JAKARTA – Memori hari ini, tujuh tahun yang lalu, 14 Juli 2017, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memblokir akses aplikasi pesan instan, Telegram. Opsi itu dilakukan lantaran telegram tak memiliki iktikad baik membatasi konten-konten berbau radikalisme dan terorisme.

Sebelumnya, Kominfo menemukan banyak konten di saluran Telegram yang bertentangan dengan UU di Indonesia. Empunya kuasa lalu berkali-kali bersurat ke pihak telegram. Kominfo minta blokir konten negatif dan tak digubris.

Khalayak umum percawa bahwa salah satu aplikasi pesan instan teraman adalah Telegram. Aplikasi itu membuat banyak orang bebas berekspresi. Namun, Kominfo mulai penasaran. Mereka menganggap di mana ada kebebasan patut dicurigai. 

Kominfo lalu memantau saluran-saluran yang ada di Telegram. Hasilnya mengejutkan banyak konten-konten yang bertentangan dengan undang-undang (UU) di Indonesia. Kominfo tak hanya menemukan satu dua konten saja. Empunya kuasa justru menemukan 55 channel Telegram dengan ribuan konten yang terindikasi radikalisme dan terorisme.

Konten itu dengan mudah diakses dan merajalela di telegram. Padahal, konten itu dianggap dapat merusak generasi penerus bangsa dan menumbuhkan radikalisme di Nusantara. Kominfo pun mencoba beriktikad baik dengan menghubungi Telegram.

Mereka meminta pihak Telegram merespons adua Kominfo terkait konten-konten negatif. Harapannya supaya konten itu segera dihapus dan channel dilenyapkan. Jauh panggang dari api. Kominfo sampai menghubungi telegram berkali-kali sembari menunggu iktikad baik Telegram.

Upaya menghubungi Telegram telah dilakukan selama enam kali dalam kurun waktu 29 Maret 2016 sampai 11 Juli 2017. Empunya kuasa tetap berharap bahwa Telegram mau bekerja sama untuk menghadirkan ruang yang aman dan nyaman untuk bersosialisasi.

Bukan malah jadi wadah aman bagi mereka yang berpotensi memecah belah bangsa Indonesia. Kominfo mulai memikirkan opsi pemblokiran.

“Saat ini kami juga sedang menyiapkan proses penutupan aplikasi Telegram secara menyeluruh di Indonesia. Apabila Telegram tidak menyiapkan Standard Operating Procedure (SOP) penanganan konten-konten yang melanggar hukum dalam aplikasi mereka. Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” ujar Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika), Kementerian Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan dikutip laman detik.com, 17 Juli 2017.

Kominfo berang. Telegram tak pernah menganggapi. Pemblokiran pun dilakukan pada 14 Juli 2017. Kominfo memerintahkan penyedia layanan internet, atau ISP untuk memblokir 11 DNS layanan telegram berbasis website. Keputusan itu membuat Kominfo dikecam oleh pengguna Telegram.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika), Kementerian Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan. (ANTARA)

Kebanyakan pengguna Telegram memang mengincar keamanan yang ditawarkan. Talegram jadi pilihan mereka untuk berbagi berita dan lainnya. Namun, Kominfo tak ambil pusing. Upaya pemblokiran tetap dilakukan sampai Telegram merespons keinginan pemerintah.

“Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tanggal 14 Juli 2017 telah meminta Internet Service Provider (ISP) untuk melakukan pemutusan akses (pemblokiran) terhadap sebelas Domain Name System (DNS) milik Telegram. Pemblokiran ini harus dilakukan karena banyak sekali kanal yang ada di layanan tersebut bermuatan propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, disturbing images, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.”

“Adapun ke-11 DNS yang diblokir sebagai berikut: t.me, telegram.me, telegram.org, core.telegram.org, desktop.telegram.org, macos.telegram.org, web.telegram.org, venus.web.telegram.org, pluto.web.telegram.org, flora.web.telegram.org, dan flora-1.web.telegram.org. Dampak terhadap pemblokiran ini adalah tidak bisa diaksesnya layanan Telegram versi web (tidak bisa diakses melalui komputer),” ungkap tertulis dalam siaran pers Kominfo sebagaimana dikutip laman kominfo.go.id, 14 Juli 2017.