Keluarga SYL Disebut Hakim Terima Hasil Korupsi, KPK Bakal Lakukan Pengusutan
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengusut aliran hasil korupsi yang dinikmati keluarga eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. Pendalaman akan dilakukan bersamaan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang sedang ditangani.
Hal ini disampaikan Juru Bicara KPK Tessa Mahardika saat disinggung pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang menyatakan keluarga Syahrul ikut menikmati uang hasil gratifikasi.
“Sementara (soal keterlibatan keluarga, red) didalami di TPPU SYL yang masih berjalan,” kata Tessa kepada wartawan yang dikutip pada Jumat, 12 Juli.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta sebelumnya menyimpulkan keluarga eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo pada hari ini, Kamis, 11 Juli. Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh menyampaikannya saat membacakan hal memberatkan dalam kasus gratifikasi dan pemerasan.
"Terdakwa dan keluarga terdakwa serta kolega terdakwa telah menikmati hasil tindak pidana korupsi," ujar Hakim Rianto dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Masih dalam pertimbangan memberatkan, Syahrul juga dinilai berbelit-belit ketika memberikan kesaksian dalam persidangan, tidak memberikan teladan yang baik sebagai pejabat publik, dan tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme.
Sementara pertimbangan meringankan, SYL telah berusia lanjut yakni 69 tahun, belum pernah dihukum dan memberikan kontribusi positif selaku Menteri Pertanian terhadap negara dalam penanganan krisis pangan pada saat pandemi COVID-19.
Baca juga:
"Terdakwa banyak mendapat penghargaan dari pemerintah Republik Indonesia atas hasil kerjanya, sepanjang pengamatan majelis hakim terdakwa bersikap sopan selama pemeriksaan di persidangan, terdakwa dan keluarga terdakwa telah mengamblikan sebagian uang dan barang dari hasil tindak pidama korupsi yang dilakukan oleh terdakwa," kata Hakim Pontoh
Adapun Syahrul divonis 10 tahun penjara. Ia juga diminta membayar uang denda sebesar Rp300 juta subsider 4 bulan.
Selain itu, Syahrul diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp14,1 miliar dan 30 ribu dolar Amerika Serikat. Pembayaran harus dilakukan dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.