Bagikan:

JAKARTA - Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) disebut sempat bertemu dengan Firli Bahuri di rumah pribadi mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berada di perumahan Villa Galaxy, Bekasi.

Fakta itu diungkapkan oleh eks ajudan SYL, Panji Hartanto, saat bersaksi dalam sidang dugaan pemerasan dan pemerasan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 17 April.

Bermula saat Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh mempertanyakan ada tidaknya pertemuan lain antara SYL dengan Firli Bahuri selain di Gelanggang Olahraga (GOR) Tangki.

"Pertemuan dengan Ketua KPK Firli Bahuri selain di GOR itu, dimana lagi yang saudara tahu, yang saudara dampingi?" tanya Hakim Rianto.

"Di Villa Galaxy," jawab Panji.

"Villa Galaxy itu apa? Rumahnya siapa?" timpal Hakim Rianto.

"Rumahnya Pak Firli," sebut Panji.

Mendengar keterangan itu, Hakim Rianto memastikan rumah yang dimaksud merupakan rumah pribadi atau rumah singgah dari Firli Bahuri.

"Rumah tinggal keluarga atau rumah singgah?" tanya Hakim Rianto.

"Rumah keluarga, rumah beliau," ucap Panji.

"Dimana? Di Bekasi?" cecar Hakim Rianto memastikan.

"Di Bekasi," jawab Panji.

Lantas, Hakim Rianto mempertanyakan perihak rumah singgah Firli Bahuri yang berada di Jakarta. Panji saat itu menyebut tak mengetahuinya lantaran tidak pernah mendampingi SYL ke rumah yang dimaksud.

"Kalau rumah yang di Jakarta pernah tahu ndak saudara? Pernah ndak saudara mendampingi terdakwa untuk bertemu di rumah singgah?" tanya hakim Rianto yang langsung dijawab "Tidak" oleh Panji.

Usai mendengar keterangan itu, Hakim Rianto mencoba menanggali kesaksian Panji soal tujuan pertemuan SYL dan Firli yang berlangsung di rumah pribadi mantan ketua KPK tersebut.

Namun, Panji menegaskan tak mengetahuinya karena tidak ikut ke dalam rumah saat Firli dan SYL bertemu

"Dalam rangka apa?" tanya Hakim Rianto.

"Kalau di Bekasi, saya enggak masuk ke dalam," jawab Panji.

"Apakah saudara tahu ada penyerahan uang?" cecar Hakim Rianto.

"Tidak lihat," kata Panji.

Syahrul Yasin Limpo didakwa melakukan pemerasan hingga Rp44,5 miliar dalam periode 2020-2023. Perbuatan ini dilakukannya bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta.

Uang ini kemudian digunakan untuk kepentingan istri dan keluarga Syahrul, kado undangan, Partai NasDem, acara keagamaan, charter pesawat hingga umrah dan berkurban. Kemudian, ia juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp40,6 M sejak Januari 2020 hingga Oktober 2023.

Selain itu, dia kembali ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU). Upaya ini dilakukan setelah penyidik mengembangkan dugaan korupsi yang sedang disidangkan.