Kemenkeu: Kebijakan Bea Masuk 200 Persen untuk Barang dari China Masih Dibahas Berbagai Pihak
JAKARTA - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan rencana mengenai bea masuk dengan nilai hingga 200 persen pada barang-barang asal China, masih dibahas oleh berbagai pihak.
"Itu kan kita lihat bersama-sama, jadi terutama Kementerian Perindustrian menyampaikan bahwa kita harus lihat dari hulu sampai hilirnya. Mulai dari bahan baku seperti serat, lalu sampai kain, sampai pakaian jadi, nah itu kan semuanya ada produksi di Indonesia," kata Febrio kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, dikutip dari Antara, Jumat 5 Juli.
Ia menuturkan pemerintah ingin menjaga agar produksi di Indonesia bisa tetap berjalan dengan baik di tengah kondisi di Tiongkok yang mengalami kelebihan kapasitas (overcapacity), sehingga menyebabkan ekspor yang berlebihan dan terjadinya praktik dumping.
"Sehingga kita melihat bagaimana produksi di Indonesia ini bisa tetap berjalan dengan baik di tengah sekarang memang kondisi di Tiongkok terutama overcapacity, jadi memang terjadi ekspor yang berlebihan dan kadang-kadang juga bisa terbukti bahwa mereka menjual dengan dumping," ujarnya pula.
Dumping merupakan praktik dagang yang dilakukan oleh eksportir dengan cara menjual barang di luar negeri dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga di dalam negeri.
"Nah ini yang sedang kita siapkan sama-sama, ada Kementerian Perindustrian, ada Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian juga diskusi dengan asosiasi-asosiasi, sehingga kita lihat secara lengkap dari hulu sampai hilirnya nanti kita akan segera putuskan untuk bisa dituangkan menjadi tarif yang disepakati," ujarnya.
Untuk itu, lintas pemangku kepentingan masih membahas besaran atau tarif bea masuk yang akan disepakati.
"Ini bukan hanya BKF sendiri. Jadi kalau tata kelolanya, ada masukan dari industri yang bersangkutan, lalu itu dirapatkan, ada dua level rapatnya tim kepentingan nasional yang pertama, lalu terakhir di tim tarif, nanti akan kita putuskan," ujarnya pula.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengungkapkan akan mengenakan bea masuk, bahkan dengan nilai hingga 200 persen pada barang-barang asal China, dalam menyikapi persoalan perang dagang antara Negeri Tirai Bambu itu dengan Amerika Serikat (AS).
Perang dagang China dan AS, dijelaskan oleh Zulkifli Hasan, menyebabkan terjadinya "over capacity" dan "over supply" di China, yang membanjiri Indonesia, termasuk pakaian, baja, tekstil, dan lain sebagainya, karena pasar negara-negara Barat menolak mereka.
"Maka satu hari dua hari ini, mudah-mudahan sudah selesai permendagnya. Jika sudah selesai, maka dikenakan apa yang kita sebut sebagai bea masuk, kita pakai tarif sebagai jalan keluar untuk perlindungan atas barang-barang yang deras masuk ke sini," ujar Zulkifli, di Bandung, Jawa Barat, Jumat 28 Juni.
BACA JUGA:
Begitu juga dengan rencana pemerintah meningkatkan bea masuk untuk sejumlah komoditas tersebut hingga 200 persen, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta kepada Kementerian Perdagangan dan juga kementerian/lembaga agar dapat melibatkan pelaku usaha, asosiasi, dan himpunan melalui forum dialog guna penyempurnaan kebijakan dan menghindari semua dampak negatif yang mungkin timbul.
Meskipun ada wacana kenaikan bea masuk hingga 200 persen, Kadin mengimbau agar Kementerian Perdagangan, tetap mendukung semangat Fasilitasi Perdagangan dan Iklim Kemudahan Berusaha, sehingga pertumbuhan kinerja ekspor nasional maupun iklim investasi tetap bertumbuh dan terjaga.
"Kami mendorong agar kebijakan pembatasan impor tidak menyulitkan dunia usaha dan industri dalam mendapatkan bahan baku dan penolong sekaligus, di saat bersamaan memastikan iklim investasi yang kondusif dan meningkatkan penguatan industri bagi daya saing lebih baik," kata Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Organisasi, Hukum, dan Komunikasi Kadin Indonesia Yukki Nugrahawan Hanafi dalam pernyataan di Jakarta, Rabu 3 Juli.