Angka Kerugian Negara di Kasus Pengadaan APD Berubah, KPK Jelaskan Alasannya

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut perubahan jumlah kerugian negara dalam dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) saat pandemi COVID-19 disebabkan karena proses penghitungan yang berbeda saat penyelidikan.

Hal ini dijelaskan oleh Juru Bicara KPK Tessa Mahardika saat disinggung soal kerugian negara dalam kasus ini yang mencapai Rp300 miliar. Jumlah ini berbeda dengan yang disampaikan pada Januari lalu, yaitu sekitar Rp625 miliar.

“Dulu angka tersebut (Rp625 miliar, red) merupakan potensi kerugian saat penyelidikan,” kata Tessa saat dikonfirmasi VOI, Kamis, 4 Juli.

Tessa bilang angka itu bukan hasil audit investigatif. Selain itu, jumlah tersebut tidak memperhitungkan APD yang sudah dikirim ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tapi belum dibayarkan kepada PT PPM selaku pihak swasta.

“(Jadi kerugian negara, red) berubah karena saat ini dihitung,” tegas juru bicara berlatar belakang penyidik tersebut.

Lagipula, kerugian negara yang disampaikan Tessa masih belum penghitungan akhir. “Masih dihitung oleh BPKP,” jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang penyidikannya dilakukan sejak September 2023. Jumlah kerugian negaranya mencapai ratusan miliar rupiah.

"KPK telah menetapkan tiga tersangka dengan dugaan kerugian negara sebesar Rp300 miliar," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 3 Juli.

Tessa tidak memerinci identitas para tersangka dalam kasus ini. Tapi, dari informasi yang beredar mereka adalah eks Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) serta Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes Budi Sylvana; Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM), Ahmad Taufik dan Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI), Satrio Wibowo.

Adapun nilai proyek dalam kasus ini mencapai Rp3,03 triliun untuk pengadaan 5 juta paket APD. Total ada delapan orang yang dicegah ke luar negeri, yaitu Budi Sylvana selaku selaku aparatur sipil negara (ASN) di Kemenkes, Hermansyah yang merupakan ASN dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Satrio Wibowo dan Ahmad Taufik selaku swasta, serta A. Isdar Yusuf selaku advokat.

Selanjutnya, pada Juni lalu turut dicegah SLN yang merupakan dokter serta dua swasta, yaitu ET dan AM.