Distrik di Busan Tawarkan Rp11 Juta Bagi Warga yang Mau Dijodohkan dan Rp236 Juta Kalau Menikah
JAKARTA - Salah satu distrik di Busan menawarkan hadiah uang tunai bagi mereka yang mau mengikuti ajang perjodohan hingga meningkah, saat Korea Selatan menghadapi rendahnya angka kelahiran hingga tingginya angka wanita yang melajang.
Pemerintah Distrik Saha, yang terletak di bagian barat Busan, kota terbesar kedua di Korea Selatan, belum lama ini mengesahkan anggaran yang direvisi untuk mendanai program perjodohan guna mendorong para wanita dan pria setempat untuk bertemu dengan tujuan memulai sebuah keluarga, dengan insentif finansial dalam jumlah berbeda dan semakin besar yang ditawarkan untuk setiap langkah dalam prosesnya.
Proyek ini akan dimulai pada Oktober mendatang, dengan acara hari pertemuan bagi calon pasangan.
Bagi pasangan yang bersedia menjalin hubungan lewat acara tersebut, akan mendapatkan insentif 1 juta won (Rp11.837.172), melansir The Korea Times 26 Juni.
Jika mereka mengadakan "sang-gyeon-rye," atau pertemuan anggota keluarga (yang biasanya diatur sebelum pernikahan), pasangan itu akan mendapat tambahan 2 juta won (Rp23.674.345).
Adapun jika mereka menikah, bonus besar lainnya sebesar 20 juta won (Rp236.743.453) akan diberikan. Tak berhenti di situ, pasangan pengantin baru juga dapat menerima 30 juta won (Rp355.115.179) untuk membayar uang muka rumah atau 800.000 won (Rp9.469.738) per bulan untuk mensubsidi sewa hingga lima tahun.
Untuk mengikuti 'perjodohan' ini, peserta harus berusia antara 24 hingga 43 tahun dan tinggal atau bekerja di Saha. Mereka juga harus mengajukan aplikasi dan menjalani proses penyaringan dan wawancara sebelum diizinkan untuk berpartisipasi dalam program tersebut.
Jumlah peserta dalam program percontohan ini akan sedikit dan terbatas pada warga negara Negeri Ginseng. Namun, pemerintah distrik mengatakan mereka berencana untuk memperluasnya dan mengikutsertakan warga negara asing di masa mendatang.
"Proyek ini ditujukan untuk mengatasi krisis jurang populasi yang disebabkan oleh penurunan angka kelahiran dengan membentuk komunitas lokal multikultural di masa mendatang," kata Kepala Distrik Saha Lee Gap-jun kepada media, melansir SCMP.
"Dengan penurunan populasi lokal dan keseluruhan yang semakin nyata, ada tekad yang kuat untuk terus melanjutkan proyek ini," lanjutnya.
Angka kelahiran Korea Selatan, yang sudah menjadi yang terendah di dunia, turun ke rekor terendah pada tahun 2023, dengan jumlah rata-rata bayi yang diharapkan untuk seorang wanita Korea Selatan selama masa reproduksinya turun menjadi 0,72 dari 0,78 pada tahun 2022, menurut data dari Statistik Korea.
Jumlah tersebut jauh di bawah 2,1 anak yang dibutuhkan untuk mempertahankan populasi negara saat ini yang berjumlah 51 juta.
Sementara itu, lebih dari empat dari lima warga Korea berusia 30 hingga 34 tahun belum menikah, menambah kekhawatiran serius atas rendahnya angka kelahiran di negara itu dan populasinya yang menyusut dengan cepat, data menunjukkan, Kamis.
Dalam ringkasan laporan rutin tentang data Layanan Informasi Statistik Korea (KOSIS), sekitar 81,5 persen atau 7,83 juta dari 9,61 juta pria dan wanita dalam kelompok usia 30 hingga 34 tahun masih lajang pada tahun 2020.
Proporsi lajang meningkat lebih dari tiga kali lipat dari 18,7 persen pada tahun 2000. Laju peningkatan juga lebih tajam daripada dua kelompok usia lain yang disurvei.
Bagi mereka yang berusia 25 hingga 29 tahun, angkanya meningkat sebesar 33,2 poin persentase, dari 54,2 persen menjadi 87,4 persen selama periode 2000 hingga 2020.
Bagi mereka yang berusia 19 hingga 24 tahun, angkanya naik sebesar 5,6 poin persentase, dari 93,1 persen menjadi 98,7 persen selama 20 tahun.
Sementara mereka yang berusia 30 hingga 34 tahun pada tahun 2020, 86,1 persen pria dan 76,7 persen wanita masih lajang. Secara khusus, 50,5 persen dari mereka yang berpendidikan tinggi tidak menikah.
"Ini adalah pertama kalinya lebih dari separuh orang yang disurvei tetap melajang," kata laporan itu.
Mei lalu, Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol mengatakan, ia berencana membentuk kementerian pemerintah baru untuk mengatasi "darurat nasional" rendahnya angka kelahiran saat menghadapi krisis demografi yang semakin dalam.
Dalam pidato yang disiarkan di televisi, Presiden Yoon mengatakan, ia akan meminta kerja sama parlemen untuk membentuk Kementerian Perencanaan Kontra Angka Kelahiran Rendah.
Baca juga:
- Presiden Erdogan Tidak Mengesampingkan Kemungkinan Bertemu Presiden Assad, Pulihkan Hubungan Turki-Suriah?
- Keluar dari Rumah Sakit, Putri Anne Jalani Pemulihan Cedera Kepala di Rumah
- 17 Pejabat Tinggi Militer dan Intelijen Ditangkap Usai Upaya Kudeta
- Beda dari PM Meloni yang Abstain, Partai Forza Italia akan Mendukung von der Leyen
"Kami akan memobilisasi semua kemampuan negara untuk mengatasi angka kelahiran rendah, yang dapat dianggap sebagai keadaan darurat nasional," katanya, dikutip dari CNN.
Sebelum program terbaru, pemerintah nasional dan daerah Korea Selatan telah menghabiskan miliaran dolar di berbagai bidang, seperti subsidi pengasuhan anak dalam upaya untuk membendung penurunan populasi.
Para ahli mengatakan ada beberapa penyebab rendahnya angka kelahiran di Korea Selatan, mulai dari biaya pengasuhan anak yang tinggi dan harga properti hingga masyarakat yang terkenal sangat kompetitif yang membuat pekerjaan bergaji tinggi sulit didapatkan.