OJK Jalin Kemitraan dengan Prospera untuk Perkuat Perbankan dari Dampak Perubahan Iklim

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupaya memperkuat perbankan nasional dalam menghadapi krisis iklim.

Salah satu caranya dengan menjalin kemitraan inovatif dengan Program Kemitraan Indonesia Australia untuk Perekonomian (Prospera).

Chief Executive of Banking Supervision, OJK, Dian Ediana Rae menjelaskan bahwa kerja sama tersebut dilakukan untuk memberikan dukungan terhadap perbankan dalam pengembangan kebijakan iklim di Tanah Air.

“Saya senang dapat berdiri di hadapan Anda hari ini untuk meresmikan kemitraan inovatif antara OJK dan Prospera. Kerja sama ini berpusat pada penyediaan dukungan yang diperlukan untuk pengembangan kebijakan iklim,” ujarnya dalam kick off Cooperation OJK-Prospera on Climate Risk Management Policies for Indonesian Banks secara daring, di Jakarta, Jumat, 28 Juni.

“Ini merupakan tonggak penting dalam upaya kita bersama untuk mengatasi salah satu tantangan paling mendesak saat ini, yaitu manajemen risiko iklim untuk industri perbankan di Indonesia,” sambungnya.

Menurut Dian, perubahan iklim bukan hanya masalah lingkungan hidup, tetapi juga merupakan potensi risiko sistemik yang berdampak pada sistem keuangan, perekonomian, dan masyarakat luas.

Karena itu, Dian bilang, penting untuk melakukan penilaian kerentanan terhadap perubahan iklim di sektor perbankan, terutama mengingat letak geografis Indonesia. Apalagi dari sisi emisi karbon, Indonesia menduduki peringkat kelima di dunia sebagai negara penghasil emisi tertinggi dengan proporsi 2,3 persen.

“Sementara dari sisi portofolio perbankan, kami juga menyadari bahwa alokasi kredit pada sektor-sektor dengan intensitas karbon tinggi cukup signifikan. Terhitung sekitar 40 persen dari total kredit di industri perbankan,” kata Dian.

Berkaca dari temuan tersebut, Dian bilang dibutuhkan llangkah-langkah proaktif, tata kelola, dan kerangka manajemen risiko yang kuat di perbankan Indonesia untuk memitigasi potensi dampak buruk dari risiko keuangan terkait perubahan iklim.

Dian bilang untuk mengatasi masalah keberlanjutan dan risiko iklim, OJK juga telah mempromosikan inisiatif keuangan berkelanjutan sejak tahun 2015 melalui penerapan peta jalan keuangan berkelanjutan, insentif dalam pembiayaan kendaraan listrik, dan penerbitan obligasi ramah lingkungan.

Untuk mencapai target NZE, sambung Dian, OJK memperkuat dengan pengembangan pedoman manajemen risiko perubahan iklim di sektor perbankan, yang disebut juga dengan Panduan Manajemen Risiko Iklim dan Analisis Skenario atau CRMS. Pedoman tersebut telah diterbitkan pada awal Maret 2024.

“Panduan CRMS dirancang untuk membantu bank dalam mengevaluasi dampak perubahan iklim terhadap keberlanjutan operasional dan bisnis mereka dengan menerapkan kerangka kerja manajemen risiko iklim yang terstandarisasi, mengadopsi skenario dan metodologi yang konsisten dan mengandalkan sumber data dan referensi yang dapat diandalkan,” jelasnya.