OJK Terapkan Pedoman CRMS pada Juli 2024, Libatkan Bank KBMI 3 dan 4
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae. (Foto: Dok. VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terbitkan panduan Climate Risk Management & Scenario Analysis (CRMS) atau manajemen risiko iklim dan analisis skenario untuk sektor perbankan dalam pengelolaan risiko pengelolaan iklim.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengungkapkan, kebijakan ini sejalan dengan arah kebijakan global dan beberapa negara di dunia telah menginisiasi penerapan manajemen risiko iklim pada sektor keuangannya antara lain Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa, Australia, Uni Emirat Arab, Hong Kong, Singapura dan Malaysia.

"Negara-negara tersebut telah menerbitkan guidance untuk pengembangan climate risk management serta telah melakukan stress test exercise kepada perbankan dan industri keuangan lainnya, beberapa diantaranya bahkan telah mempublikasikan hasil climate risk stress test-nya," jelasnya dalam Peluncuran CRMS di Jakarta, Senin 4 Maret 2023.

Menurut Dian, kebijakan ini menjadi kerangka untuk menilai ketahanan model bisnis bank dalam menghadapi perubahan iklim, baik jangka pendek maupun panjang. Nantinya, hal tersebut akan digambarkan dalam laporan kinerja keuangan perbankan.

Sementara itu, inisiasi pengembangan guidance terkait manajemen risiko iklim di Indonesia sendiri telah dimulai sejak 2023 melalui penerbitan initial guidance secara terbatas yang selanjutnya dikembangkan menjadi lebih komprehensif yang dituangkan dalam dokumen Panduan CRMS 2024.

Dian menyebutkan saat ini sifat dari pencantuman risiko iklim belum bersifat wajib dan belum terdapat sanksi jika tidak dilakukan.

Selain itu, menurutnya, dengan mempertimbangkan kompleksitas dan signifikansi portofolio kredit industri perbankan, percobaan baru akan dilakukan pada Juli 2024 dengan melibatkan bank-bank besar yang masuk dalam Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI) 3 dan 4.

Selanjutnya Dian menyampaikan, output atas implementasi piloting CRMS ini diharapkan dapat memberikan gambaran dampak iklim pada kinerja keuangan perbankan sebagai dasar Regulatory Climate Impact Studies untuk Perbankan Indonesia.

”Secara gradual kita bikin dulu perbankan ini paham sampai titik tertentu kalau sudah menjadi kewajiban nanti baru ada sanksi,” ujarnya.

Ke depan, OJK berencana untuk mengintegrasikan aspek risiko iklim ke dalam kerangka manajemen risiko dan menjadi bagian dari supervisory action untuk industri perbankan, tentunya disejalankan dengan standard Internasional yang akan diterapkan oleh The Basel Committee on Banking Supervision (BCBS).

Dian menjelaskan kedepannya bank harus mengukur dan menyusun target untuk menilai dampak risiko iklim terkait aktivitas usahanya. Serta bank harus melakukan pengungkapan secara kualitatif maupun kuantitatif atas pengukuran pengelolaan risiko iklim.

Di mana bakal tercantum dalam rasio Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) yang ada di laporan keuangan.

Dian menambahkan, konsep CRMS ini akan menerapkan kebijakan transisi yang sesuai sehingga risiko transisi dan risiko fisik lebih terkendali dengan mempertimbangkan skenario perubahan driver utama risiko iklim yaitu risiko fisik yang meliputi potensi bencana dan transisi yang meliputi kebijakan harga atau pajak karbon, perkembangan teknologi hingga sentimen pasar.

”Bank diharapkan bisa secara dini mengetahui sensitivitas setiap skenario tersebut terhadap perubahan kinerjanya dan pada akhirnya akan menentukan strategi bisnis serta mitigasi risiko bank ke depan, termasuk alokasi pembiayaan pada carbon-intensive sector,” tandasnya.