Bagikan:

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai kondisi perbankan Indonesia cukup solid dalam menghadapi berbagai tekanan dan kondisi yang mengancam ketahanan perbankan global.

"Berbagai indikator menunjukkan bahwa perbankan Indonesia dalam kondisi yang baik. Sebagai gambaran, di sektor perbankan Indonesia pada posisi Januari 2024, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) sebesar 27,54 persen dengan rasio modal inti (tier 1 capital) terhadap CAR sebesar 94,41 persen," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae di Jakarta, dikutip dari Antara, Jumat 8 Maret.

Sebagai perbandingan, rasio modal inti perbankan Amerika Serikat 14,41 persen dan Uni Eropa sebesar 17,03 persen.

Selain itu, Dian menuturkan kinerja likuiditas perbankan Indonesia terjaga dengan baik, antara lain ditunjukkan dengan liquidity coverage ratio (LCR) sebesar 231,14 persen.

Kondisi likuiditas tersebut juga jauh lebih baik dibandingkan dengan rasio LCR di yurisdiksi lain. Di Uni Eropa misalnya, rasio LCR masing-masing sebesar 158,78 persen dan 125,80 persen.

Menurut Basel Committee on Banking Supervision (BCBS), dalam kondisi saat ini, terdapat dua risiko utama yang perlu diwaspadai karena dapat menguji kerentanan perbankan global, yaitu pelemahan pasar properti komersial dan keterkaitan bank dengan lembaga jasa keuangan non-bank.

Dian mengatakan saat ini perbankan Indonesia masih terjaga dari risiko-risiko tersebut yang dibahas BCBS itu.

Tiga sektor ekonomi penyumbang kredit terbesar pada posisi Januari 2024 adalah sektor rumah tangga (23,67 persen), perdagangan besar (15,81 persen), dan industri pengolahan (15,65 persen), sedangkan sektor real estate hanya menyumbang 5,09 persen total kredit sektor perbankan.

OJK telah mengambil sejumlah langkah agar pengaturan di sektor perbankan Indonesia sejalan dengan berbagai inisiatif yang sudah atau sedang dilakukan oleh BCBS.

Indonesia telah seluruhnya mengadopsi kerangka Basel III Reforms pada Januari 2024 atau lebih cepat dibanding yurisdiksi seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat yang baru akan mengimplementasikan pada Juli 2025.

Selain itu, OJK telah menerbitkan consultative paper terkait prinsip manajemen yang efektif atas risiko keuangan terkait iklim, taksonomi untuk keuangan berkelanjutan, dan panduan climate risk management and scenario analysis (CRMS) sebagai bentuk dukungan kebijakan dari OJK untuk pengelolaan risiko perubahan iklim di sektor perbankan.

OJK akan terus mengantisipasi berbagai dinamika kebijakan ekonomi dan perbankan global. Tensi geopolitik global dan volatilitas kondisi pasar masih akan terus terjadi dengan berbagai dinamikanya.

Sepanjang prinsip kehati-hatian dan praktik-praktik perbankan yang sehat terus dijaga, perbankan Indonesia akan tetap tangguh dan akan terus bertumbuh dengan sehat sebagaimana kondisi saat ini.

Koordinasi antarotoritas terutama OJK dengan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan terus ditingkatkan guna memastikan stabilitas sistem keuangan nasional tetap terjaga.