Restrukturisasi Kredit Bakal Diperpanjang, BRI Sebut Siap Melaksanakan Kebijakan

JAKARTA - PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) buka suara terkait wacana perperpanjangan restrukturisasi kredit COVID-19 hingga 2025, pihaknya siap melaksanakan kebijakan tersebut jika sudah dituangkan dalam aturan.

Direktur Bisnis Mikro BRI Supari menyampaikan terkait adanya rencana perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit terdampak Covid oleh Pemerintah, BRI siap menjalankan rencana perpanjangan restrukturisasi dimaksud jika telah diterbitkan kebijakannya oleh pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka BRI akan patuh dan melaksanakannya.

"Dalam kerangka program penyelamatan UMKM dari dampak Pandemi COVID-19, maka BRI telah menjalankan program restrukturisasi COVID-19 sejak diterbitkannya POJK No. 11/POJK.03/2020 pada Maret 2020 dan telah mengakhirinya pada 31 Maret 2024 sebagaimana Keputusan Dewan Komisioner OJK No 34/KDK.03/2022," ujarnya, Jumat, 28 Juni.

Supari menyampaikan dalam menjalankan restrukturisasi kredit UMKM terdampak COVID-19, BRI fokus terhadap penyehatan nasabah dan sebagai wujud kehati-hatian selama pandemi BRI telah menyiapkan pencadangan yang lebih konservatif sesuai PSAK 71 untuk mengantisipasi risiko kedepan.

Sebagai informasi, hingga akhir Maret 2024, kualitas kredit BRI masih terjaga dengan non performing loan (NPL) sebesar 3,11 persen dan sebagai NPL coverage sebesar 214,26 persen.

Supari menyampaikan kedepannya, BRI juga berharap adanya kebijakan penguatan yang dapat memperkuat daya beli masyarakat dan meningkatkan konsumsi rumah tangga.

"Dua faktor tersebut menjadi driver utama pertumbuhan kredit UMKM yang menjadi kontributor utama dan menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia ditengah kondisi makro ekonomi yang menantang," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan pihaknya akan melakukan pendalaman terkait rencana perpanjangan restrukturisasi kredit Covid-19.

“Saya mendengar hal itu, kami ingin dalami yang dimaksudkan dengan hal-hal yang terkait (perpanjangan restrukturisasi kredit perbankan),” ujarnya setelah acara Talkshow Edukasi Keuangan Bundaku pada Selasa, 25 Juni.

Mahendra menyampaikan pihaknya dalam pengambilan keputusan untuk pengakhiran rekstrukturisasi kredit Covid-19, telah menghitung dari segi dampaknya dengan mempertimbangkan kecukupan modal, pencadangan atau cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN), likuiditas, dan kapasitas untuk pertumbuhan kredit.

“Kalau kemarin dalam pengambilan putusan untuk pengakhiran dari restrukturisasi kredit pandemi, sudah dihitung dari segi kecukupan modal, pencadangan CKPN, maupun juga tidak mengganggu likuiditas dan kapasitas untuk pertumbuhan kredit sudah dilihat, diperhatikan, dan dikawal,” ungkapnya.

Menurut Mahendra dengan berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19, pertumbuhan kredit pada 2024 lebih tinggi dari tahun sebelumnya.

"Jadi, kalau dari segi itu [berakhirnya stimulus] sebenarnya yang terjadi maupun pada saat akhir Maret tempo hari, maupun setelahnya, tidak ada yang anomali," ucapnya.

Mahendra menyampaikan pihaknya akan melakukan evaluasi atas usulan dari pemerintah terkait perpanjangan restrukturisasi kredit Covid-19.

"Jadi kami lakukan evaluasinya, baik terkait dengan yang setelah diselesaikan di Maret lalu, yang rekstrukturisasi kredit pandemi itu, maupun juga terhadap isu yang disampaikan (perpanjangan restrukturisasi kredit Covid-19)," jelasnya.

Meski begitu, Mahendra menyampaikan mengerti dan paham atas arah usulan dari pemerintah agar restrukturisasi kredit Covid-19 diperpanjang karena ada beberapa potensi pertumbuhan kredit di beberapa segmen tertentu. "Ada perhatian khusus terhadap potensi dari pertumbuhan kredit di segmen tertentu," ujarnya.