JAKARTA - Direktur Utama BRI Sunarso buka suara terkait wacana pemerintah akan memperpanjang restrukturisasi kredit COVID-19.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan pemerintah akan memperpanjang kebijakan perpanjangan restrukturisasi kredit khusus segmen Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memiliki panduan dan regulasi tersebut.
Menanggapi hal ini, Sunarso menegaskan bahwa secara terbuka mendukung rencana pemerintah tersebut dan patuh pada regulasi OJK.
"BRI pada prinsipnya sepanjang sesuai ketentuan dalam artian aturannya yang dalam hal ini kita tunduk pada aturan OJK, karena itu domainnya OJK. Kalau itu diakhiri ya kita ikuti diakhiri. Kalau itu diperpanjang, sepanjang itu jelas ada aturannya kita ikuti," ujar Sunarso dalam konferensi pers secara daring, Kamis 25 Juli.
Lebih jauh Sunarso bilang, kalau pun pemerintah tidak melanjutkan kebijakan tersebut pihaknya telah sigap menyiapkan pencadangan jika terjadi pemburukan kualitas kredit terutama di segmen UMKM.
Untuk itu ia menegaskan, jika nantinya aturan tersebut telah bergulir dan tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) maka BRI akan patuh pada aturan regulator.
"Tapi seandainya tidak ada aturannya yang mengatur itu, maka BRI akan tetap fokus kepada bagaimana mengatasi kredit bermasalah itu melalui dua hal.Yang pertama adalah melalui pencadangan, yang kedua adalah melalui restrukturisasi secara komersial," beber Sunarso.
BACA JUGA:
Asal tahu saja hingga akhir akhir kuartal II 2024, BRI tercatat berhasil menyalurkan kredit sebesar Rp1.336,78 triliun atau tumbuh sebesar 11,20 persen year on year (yoy).
Dari penyaluran kredit tersebut, segmen UMKM masih mendominasi penyaluran kredit BRI, dengan porsi mencapai 81,96 persen dari total penyaluran kredit BRI, atau sekitar Rp1.095,64 triliun.
Rasio Loan at Risk (LAR) tercatat membaik atau turun, dari semula 14,94 persen pada akhir Triwulan II 2023 menjadi 12,00 persen pada akhir kuartal II 2024. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (NPL) terjaga di kisaran 3,05 persen dengan rasio NPL coverage berada pada level yang memadai sebesar 211,60 persen.