TikTok dan ByteDance Desak Pengadilan AS untuk Batalkan UU Divestasi
JAKARTA – TikTok dan ByteDance, induk perusahaannya, mendesak pengadilan AS untuk membatalkan undang-undang divestasi pada Kamis, 20 Juni. Jika dibiarkan, aplikasi TikTok akan ditutup di AS.
Pada April lalu, Presiden AS Joe Biden telah menandatangani rancangan undang-undang divestasi untuk memisahkan TikTok dari ByteDance. Hal ini sengaja dilakukan karena pemerintah takut data pengguna TikTok di AS bisa diakses oleh pemerintah China.
ByteDance menolak keras dorongan divestasi ini. Dilansir dari Reuters, ByteDance mengatakan bahwa divestasi tidak mungkin dilakukan, baik secara teknologi, komersial, maupun hukum. Maka dari itu, ByteDance dan TikTok berusaha melawan aturannya.
"Undang-undang ini merupakan perubahan radikal dari tradisi negara ini yang memperjuangkan Internet terbuka, dan menjadi preseden berbahaya yang memungkinkan cabang-cabang politik menargetkan platform pidato yang tidak disukai dan memaksanya untuk menjual atau menutupnya," kata pihak TikTok dan ByteDance.
TikTok pun mengatakan bahwa aturan divestasi ini tidak berkaca dengan situasi yang sebenarnya karena prosesnya bisa memakan waktu hingga bertahun-tahun. Undang-undang ini juga tidak adil karena hanya menargetkan TikTok dan ByteDance.
"(pemerintah) mengabaikan banyak aplikasi dengan operasi besar di China yang mengumpulkan data pengguna AS dalam jumlah besar, serta banyak perusahaan AS yang mengembangkan perangkat lunak dan mempekerjakan insinyur di China," kata TikTok.
Baca juga:
Sementara itu, ByteDance mengungkapkan bahwa mereka telah bernegosiasi dengan sangat panjang bersama pemerintah AS. Namun, negosiasi tiba-tiba dihentikan pada Agustus 2022 dan pemerintah memilih untuk memisahkan TikTok dari ByteDance secara paksa.
Padahal, ByteDance telah membuat perjanjian keamanan nasional setebal 100 halaman dan telah disunting untuk melindungi data pengguna TikTok di AS. Perusahaan itu juga telah menghabiskan uang lebih dari 2 miliar dolar AS (Rp32 triliun) untuk menjaga komitmennya.
"Pemerintahan memutuskan bahwa mereka lebih memilih untuk mencoba menutup TikTok di Amerika Serikat dan menghilangkan platform pidato bagi 170 juta orang Amerika, daripada terus berupaya mencari solusi yang praktis, layak, dan efektif untuk melindungi pengguna di Amerika," kata pengacara TikTok kepada Departemen Kehakiman beberapa waktu lalu.