Kepala Desa di Aceh Jaya Didakwa Korupsi Tanah hingga Negara Rugi Belasan Miliar
ANDA ACEH - Jaksa penuntut umum mendakwa seorang kepala desa di Kabupaten Aceh Jaya melakukan tindak pidana korupsi pertanahan dengan kerugian negara mencapai Rp12,6 miliar.
Dakwaan tersebut dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ronald Reagan dari Kejaksaan Negeri Aceh Jaya pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh.
Terdakwa Muhtar menjabat sebagai Kepala Desa Paya Laot, Kecamatan Setia Bakti, Kabupaten Aceh Jaya, pada 2016 dan 2017.
Sidang dengan majelis hakim diketuai Hamzah Sulaiman. Terdakwa Muhtar hadir ke persidangan didampingi penasihat hukumnya, Putra Pratama Sinulingga dan kawan-kawan.
JPU dalam dakwaannya menyebutkan terdakwa pada rentang waktu 2016 hingga 2017 terlibat tindak pidana korupsi redistribusi sertifikat tanah di Desa Paya Laot. Luas tanah sertifikat mencapai 5,14 juta meter persegi lebih.
Berdasarkan laporan hasil audit perhitungan kerugian negara yang dilakukan Inspektorat Kabupaten Aceh Jaya, kata JPU, perbuatan terdakwa menyebabkan hilangnya kekayaan negara berupa tanah dengan luas 5,14 juta meter persegi lebih.
"Apabila dikonversi dalam bentuk uang, maka kerugian negara tersebut bernilai Rp12,6 miliar lebih," kata Ronald Reagan dikutip ANTARA, Senin, 10 Juni.
Menurut JPU, perbuatan terdakwa Muhtar diatur dan diancam dengan pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a dan b Ayat (2) dan Ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP
"Serta diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a dan b, Ayat (2) dan Ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi," kata JPU.
Sementara itu, Putra Pratama Sinulingga, penasihat hukum terdakwa Muhtar, mengatakan pihaknya tidak mengajukan eksepsi atau keberatan terhadap dakwaan jaksa karena eksepsi hanya kepada berupa syarat formil dakwaan jaksa.
Baca juga:
"Kami tidak mengajukan eksepsi. Persidangan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi. Kami mengajukan beberapa saksi yang meringankan pada persidangan nantinya," kata Putra Pratama
Menurut Putra Pratama, kliennya sebagai kepala desa hanya menerbitkan surat sporadik atau persyaratan pendaftaran tanah untuk penerbitan sertifikat. Sedangkan penerbitan sertifikat dikeluarkan oleh kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Klien kami tidak tahu terkait persoalan sertifikat tanah tersebut. Klien kami sebagai kepala desa hanya mengeluarkan sporadik kepada warga yang membutuhkan sepanjang memenuhi persyaratan. Dan ini nanti kami sampaikan dalam persidangan," kata Putra Pratama.