Seberapa Siap Manusia dengan Mobil Otonom? Ini Penelitiannya
JAKARTA - Teknologi otonom adalah salah satu perlombaan paling serius yang dikembangkan sejumlah produsen mobil saat ini. Tak hanya Tesla, Ford, GM, BMW, BYD, VW, bahkan pabrikan baru seperti Xiaomi pun serius mengembangkannya.
Mobil otonom dijanjikan dapat menangani sebagian besar tugas mengemudi, tentu akan membuat pengemudi bisa bersantai atau mengerjakan hal lain selama di perjalanan.
Namun, pertanyaannya adalah apakah pengemudi bisa kembali fokus dan mengambil alih kendali dengan cukup cepat saat situasi kritis terjadi?
Melansir Autocar, 7 Juni, para peneliti di University of Glasgow menyelidiki apakah augmented reality (AR) dapat membantu pengemudi dalam situasi tersebut.
Penelitian ini diterbitkan dalam jurnal berjudul "Can you hazard a guess? Evaluating the effects of augmented reality cues on driver hazard prediction". Penelitian terhadap teknologi otonom ini sangat penting dilakukan jika mobil tanpa sopir memang ingin menjadi hal yang lumrah di masa depan
Dari penelitian ini disebut ketika mobil mengambil alih kendali dan si pengemudi asyik dengan aktivitas lain, peran pengemudi menjadi seperti "setengah-setengah", ini yang menjadi masalah.
Menurut para peneliti, manusia tidak pandai dalam melakukan "tugas pengawasan berkelanjutan".
“Kita mudah bosan, kurang awas dengan kondisi jalan, dan terlalu lambat bereaksi terhadap perubahan mendadak di sekitar. Selain itu, ada pula fenomena "lihat tapi tak melihat" di mana kita tak memproses sesuatu yang sebenarnya ada di depan mata,” isi dari jurnal tersebut.
Baca juga:
Para peneliti berpendapat bahwa AR dapat membantu menarik perhatian pengemudi yang sedang fokus pada tugas lain, sehingga mereka bisa lebih cepat kembali fokus menyetir saat keadaan darurat. Untuk menguji teori ini, mereka membuat simulasi mengemudi di laboratorium menggunakan kemudi dengan layar yang menampilkan replika pemandangan jalan.
Layar menampilkan 40 klip video sementara para peserta mengerjakan salah satu dari dua tugas sambil mengenakan headset AR. Terkadang mereka melihat ke depan mengerjakan tugas di layar, terkadang menunduk melihat tablet. Salah satu tugasnya adalah memainkan permainan sederhana, yaitu mengumpulkan permata virtual yang bergerak. Tugas kedua mengharuskan peserta mengetikkan nomor telepon yang ditampilkan di layar.
Dalam kedua skenario tersebut, video dihentikan sesaat sebelum muncul potensi bahaya, misalnya pejalan kaki yang akan menyeberang jalan. Para peserta kemudian harus memprediksikan apa yang akan terjadi selanjutnya berdasarkan pemahaman mereka terhadap situasi sebelum video dihentikan. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan eksperimen serupa di mana prediksi dilakukan tanpa peserta mengerjakan tugas lain.
Tak mengejutkan, kemampuan prediksi para peserta menurun ketika mereka mengerjakan tugas lain, baik saat melihat ke depan maupun menunduk. Namun, ketika diberi petunjuk visual melalui AR beberapa detik sebelum video dihentikan, kesadaran dan kemampuan prediksi mereka dalam situasi melihat ke depan menjadi lebih baik dibanding saat mereka melihat ke bawah ke arah tablet.
Kesimpulannya adalah ada kemungkinan manusia yang bisa mengerjakan aktivitas lain sambil tetap waspada terhadap situasi jalanan. Lalu yang tidak bisa?