Usut Korupsi Dana COVID-19, Kejati Bakal Panggil ASN BPBD Sumbar

SUMBAR - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Barat (Sumbar) bakal memanggil sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar dalam lanjutan proses pengusutan kasus dugaan korupsi dana COVID-19.

"Sejumlah ASN BPBD Sumbar akan dimintai keterangan sebagai saksi, pemeriksaan dijadwalkan pada Senin depan," kata Asisten Pidana Khusus Kejati Sumbar Hadiman di Padang, Sumbar, Rabu 5 Juni, disitat Antara. 

Ia tidak bisa menyebutkan secara rinci identitas para ASN yang akan dipanggil tersebut, namun diisyaratkan adalah yang memiliki jabatan serta ASN yang mengetahui soal pengadaan alat pelindung wajah (face shield) saat pandemi COVID-19 mewabah beberapa tahun lalu.

Hal itu dikarenakan dalam proses penyidikan saat ini, Kejati Sumbar fokus pada dua kontrak yang berkaitan dengan pengadaan alat face shield.

Selain memeriksa saksi secara bertahap, lanjut Hadiman, tim Penyidik juga telah meminta auditor internal untuk menghitung kerugian keuangan negara yang muncul akibat kasus.

"Kini auditor sedang bekerja, jika nanti hasilnya keluar dan besaran kerugian negaranya diketahui, secepatnya dilakukan penetapan tersangka," katanya.

Ia menegaskan pihaknya tidak akan main-main dalam mengusut kasus dugaan korupsi itu, siapapun yang bersalah akan dijerat sebagai tersangka.

Proses penyelidikan kasus sudah dilakukan Kejati Sumbar sejak tahun lalu, kemudian karena menemukan adanya perbuatan pidana maka proses kasus dinaikkan ke tahap penyidikan pada April 2024.

"Sejak penyidikan bergulir April lalu, jumlah saksi yang telah diperiksa sampai saat ini sebanyak sembilan belas orang. Mereka berasal dari berbagai latar belakang," jelasnya

Lebih lanjut Hadiman menjelaskan kasus dugaan korupsi pengadaan face shield terjadi ketika pandemi COVID-19 melanda beberapa tahun lalu.

Pada saat itu pemerintah provinsi setempat mengucurkan anggaran untuk penanganan COVID-19 yang jumlahnya mencapai ratusan miliar, ratusan kontrak, dan ratusan produk.

"Dari kontrak yang sebanyak itu kami kemudian melakukan penyelidikan pada dua kontrak, hasilnya ditemukan adanya dugaan penggelembungan harga (markup)," tuturnya.

Pagu anggaran untuk dua kontrak pengadaan tersebut diketahui mencapai Rp3,9 miliar pada tahun anggaran 2020.