Ekspansi Manufaktur RI Melambat, Kemenperin: Permendag 8 Tahun 2024 Tidak Pro Pelaku Industri
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut, adanya perlambatan Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Mei 2024. Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menilai, hal itu dipengaruhi oleh regulasi yang kurang mendukung sektor industri dalam negeri.
Febri mengatakan, aturan yang dimaksud salah satunya adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
"Walaupun PMI kami masih solid dan sehat, tetapi sudah mulai turun. Kami khawatir penurunan ini sebagian disebabkan oleh regulasi yang tidak pro ke pelaku industri, yang dianggap kurang bersahabat dengan sektor manufaktur. Salah satunya Permendag 8/2024, sehingga mempengaruhi optimisme pelaku industri dalam negeri," ujar Febri dalam keterangan resmi yang diterima VOI, Selasa, 4 Juni.
Kemenperin berkomitmen agar penerapan Permendag 8/2024 tidak membawa berdampak negatif bagi sektor manufaktur di Indonesia. Upaya tersebut dilakukan agar PMI manufaktur bulan depan tidak mengalami penurunan pada bulan mendatang.
"Kami sudah menerima masukan dari banyak asosiasi sektor industri yang menyatakan keberatannya atas penerapan Permendag 8/2024 dan itu pun sudah disampaikan mereka kepada publik oleh masing-masing asosiasi," ucap dia.
Menurut Kemenperin, implementasi kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk industri yang menawarkan harga 6 dolar AS per MMBTU sedang dalam ketidakpastian.
Kebijakan tersebut dianggap penting karena berfungsi sebagai stimulus untuk meningkatkan produktivitas industri dan menarik investasi. Banyak calon investor menunggu kepastian mengenai keberlanjutan HGBT karena insentif dinilai sebagai kunci dalam meningkatkan daya saing industri.
"Banyak sekali calon investor yang menunggu apakah kebijakan HGBT 6 dolar AS per MMBTU untuk industri ini akan dilanjutkan atau tidak," kata Febri.
Selain itu, Kemenperin menyoroti pentingnya dua instrumen utama untuk meningkatkan kinerja industri nasional, yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
SNI digunakan untuk mengontrol impor dan melindungi industri lokal. Sementara, TKDN bisa mendorong investasi, menumbuhkan sektor industri yang masih kurang berkembang serta meningkatkan nilai tambah.
Tak hanya itu, Kemenperin juga menyebut perlu dilakukannya evaluasi terhadap threshold TKDN. Jika threshold terlalu tinggi, harus ada penyesuaian untuk memastikan kebijakan TKDN tetap efektif tanpa menghapus kebijakannya.
"Ini memang harus disesuaikan (adjust) yang selama ini dianggap threshold TKDN-nya terlalu tinggi. Bukan menghapus kebijakan TKDN," tegasnya.
Secara umum, industri di Tanah Air dinilai tetap sehat dan solid meskipun menghadapi gejolak politik dan ekonomi global yang belum stabil. PMI Manufaktur Indonesia mencapai 52,1 pada Mei 2024, meskipun sedikit menurun dari capaian di bulan sebelumnya, yakni 52,9.
Baca juga:
Pelaku industri nasional berhasil mempertahankan kinerja PMI tetap dalam fase ekspansi selama 33 bulan berturut-turut. Menurunnya aktivitas produksi sektor industri disebabkan oleh penurunan pesanan luar negeri dan kekhawatiran pengurangan pesanan domestik.
PMI Manufaktur Indonesia pada Mei 2024 mampu melampaui PMI Manufaktur Jerman (45,4), Prancis (46,7), Vietnam (50,3), Jepang (50,4), Taiwan (50,9), Amerika Serikat (50,9), Inggris (51,3), Korea Selatan (51,6), China (51,7) dan Filipina (51,9).
"Kami patut bersyukur dan berterima kasih kepada para pelaku industri nasional yang hingga Mei (2024) masih bisa mempertahankan kinerja PMI tetap dalam fase ekspansi," pungkas Febri.