Refleksi Insiden MRT Jakarta: Transportasi Publik Tak Hanya Perlu Canggih, tapi Juga Dijamin Aman
JAKARTA – Operasional MRT Jakarta sempat terhenti pada Kamis (30/5/2024) sore akibat jatuhnya alat berat dari kegiatan konstuksi yang tenah dilakukan di area Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Sehubungan dengan adanya insiden diduga jatuhnya alat berat dari kegiatan konstruksi yang sedang dikerjakan di area Gedung Kejaksaan Agung RI oleh Kontraktor Hutama Karya, maka operasional MRT Jakarta akan dihentikan sementara waktu,” kata Kepala Divisi Corporate Secretary PT MRT Jakarta (Perseroda) Ahmad Pratomo dalam keterangan di Jakarta.
Beruntung tidak ada korban jiwa dalam insiden jatuhnya alat berat dari kegiatan konstruksi yang tengah dilakukan di area Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
Seorang saksi mata bernama Nurul mengaku mendengar suara dentuman keras saat alat berat terjatuh di jalur MRT.
“Kencang banget suaranya, kayak suara dentuman, ledakan jadi kedengaran," kata Nurul,” mengutip Antara.
Selain itu, Nurul menyebut insiden crane terjatuh itu sempat menimbulkan percikan api di jalur MRT.
Prosedur Operasional Harus Jelas
Meski tak menimbulkan korban jiwa, operasional MRT Jakarta dihentikan dan baru beroperasi kembali pada Jumat (31/5) pagi. Tapi insiden tersebut memberikan imbas signifikan, utamanya terhadap para penumpang. Selain menimbulkan trauma, kejadian ini juga sempat membuat lalu lintas di sekitar kejadian sangat padat.
Dalam waktu dua jam, PT Hutama Karya (Persero) selaku kontraktor proyek pembangunan Gedung Jaksa Agung Mudat Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung telah melakukan evakuasi material besi yang dilakukan dalam empat tahap.
Menurut investigasi awal, insiden ini disebabkan oleh induksi elektromagnetik yang terjadi ketika kereta MRT melintas dan bersamaan saat tower crane sedang mengangkat material besi. Induksi tersebut menyebabkan crane mati mendadak, sehingga material besi yang sedang diangkat terjatuh miring dan masuk ke areal rel MRT mengikuti arus induksi.
Hutama Karya meminta maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan, serta telah menganggu operasional maupun kenyamanan pengguna MRT.
Tapi Ketua Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana mengatakan kejadian jatuhnya perangkat besi yang diangkat oleh crane proyek konstruksi Kejagung menjadi alarm bahwa keselamatan transportasi sangat perlu menjadi perhatian.
“Tidak hanya karena dampaknya yang mengganggu kelancaran operasional KA, melainkan juga pada sangat besarnya potensi terjadinya korban jiwa dan kerusakan signifikan sarana prasarana MRT,” ucap Aditya saat dihubungi VOI.
“Kejadian ini sesungguhnya dapat dicegah dan harus tidak boleh terulang lagi. Harus ada Prosedur Operasi Standar (SOP) untuk semua proyek konstruksi yang berada di area sekitar jalur MRT,” imbuhnya.
Simulasi Prosedur Evakuasi Penting
Berhentinya operasional MRT akibat jatuhnya crane dari kegiatan konstruksi di Kejagung yang menutupi jalur MRT dari arah Bundaran HI ke Lebak Bulus, membuat banyak pelanggan kelimpungan mencari transportasi alternatif. Lalu lintas di sekitar kawasan tersebut cukup padat, apalagi ini terjadi di jam sibuk.
Para calon penumpang terpaksa mengalihkan pilihan moda transportasi mereka, seperti yang dialami Sevtianisa. Ia terpaksa memilih menggunakan taksi online dari Blok M ke Stasiun Sudirman.
Ratusan penumpang juga terjebak di sejumlah halte Transjakarta. Guna melayani lonjakan penumpang, Transjakarta menambah armada di Koridor 1 Blok M-Monas sebanyak 25 bus sehingga total ada 101 bus melayani penumpang. Selain itu, terdapat tambahan lima bus lainnya pada rute yang beririsan dengan lintasan MRT yaitu koridor 1E dan S21.
Mengutip laman resmi MRT Jakarta, pada Januari 2024, sebanyak 3.163.357 orang menggunakan layanan kereta ini dengan rata-rata 102.041 orang per hari. Angka tersebut menunjukkan kenaikan dari rata-rata jumlah penumpang bulan sebelumnya yaitu 98.341 orang per hari.
"Ketepatan waktu tempuh, kedatangan, dan berhenti konsisten mencapai 99,9 persen," demikin pernyataan MRT Jakarta.
Pada hari kerja Senin—Jumat, rata-rata 116.340 orang menggunakan layanan ini.
Sejak Mei 2023, waktu operasional MRT saat akhir pekan juga ditambah menjadi mulai pukul 05.00 WIB hingga 00.00 dari sebelumnya mulai pukul 06.00 sampai pukul 00.00.
Melihat tingginya pengguna MRT, Aditya juga mengingatkan pentingnya bagi MRT memastikan prosedur evakuasi disimulasikan secara intensif, terutama untuk pengguna kelompok rentan, termasuk disabilitas.
Baca juga:
- Putusan MA Soal Batas Usia di Pilkada Serentak 2024 Tanda Keagresifan Presiden Joko Widodo Bangun Kekuasaan
- Pengunaan AI dalam Unggahan All Eyes on Rafah Jadi Kontroversi, Menyembunyikan Pengalaman Hidup Warga Palestina
- Pro Kontra Kehadiran Starlink: Ancaman Praktik Predatory Pricing dan Risiko Keamanan Nasional
- Program Makan Siang Gratis Dikoreksi: Pelajaran bagi Publik, Janji Kampanye Politik Memang Tak Realistis
“Prosedur pengoperasian secara darurat dengan tetap mengutamakan aspek keselamatan juga perlu ditetapkan, untuk menghindarkan penghentian operasi MRT dalam waktu yang panjang,” katanya
“Kejadian ini juga menunjukkan bahwa pengguna MRT telah cukup masif sehingga dampak dari penghentian operasi sementara MRT ini telah berdampak pada kepadatan lalu lintas jalan di sepanjang ruas MRT,” Aditya menyudahi.