Daya Beli Masyarakat terhadap Produk Manufaktur Rendah, Kalah dari Malaysia dan Thailand

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut, kemampuan daya beli masyarakat Indonesia terhadap sejumlah produk manufaktur masih kalah dibandingkan negara lain, khususnya di Asia Tenggara.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menjelaskan, kemampuan daya beli masyarakat Indonesia untuk produk keramik lebih rendah dibanding rata-rata dunia.

"Gap consumption per kapita ini maksudnya berapa, sih, kemampuan daya beli masyarakat Indonesia terhadap produk manufaktur dibandingkan negara lain atau tingkat dunia. Untuk produk keramik ini, setiap orang Indonesia menghabiskan uangnya untuk 2,2 meter persegi per kapita per orang. Rata-rata orang dunia 2,5 meter persegi," katanya seperti dikutip dari YouTube Kemenperin dalam Rilis IKI Mei 2024, Jumat, 31 Mei.

Lalu gap consumption untuk produk mobil, Indonesia juga masih kalah jauh dari Malaysia dan Thailand. Febri menyebut, dari 1.000 orang Indonesia hanya 99 mobil yang mampu dibeli masyarakat.

Sementara untuk Thailand mencapai 240 mobil per 1.000 orang dan Malaysia 450 mobil per 1.000 orang.

Febri menuturkan, gap consumption ratio untuk mobil sangat rendah.

"Begitu juga dengan mobil, Indonesia itu baru 99 mobil yang dimiliki oleh 99 orang di antara 1.000 orang. Kalau kami lihat misalnya Thailand itu dalam 1.000 orang ada 240 mobil. Malaysia di antara 1.000 orang penduduknya, yang punya mobil itu 450. Terlihat rendahnya gap consumption per kapita untuk mobil," ujarnya.

Selanjutnya adalah produk kosmetik jenis hair product. Konsumsi masyarakat Indonesia tercatat hanya setengah konsumsinya dari Thailand.

"Untuk hair product hanya setengah dari konsumsi Thailand. Kalau orang Indonesia itu konsumsinya sudah sama kayak Thailand, banyak sekali kebutuhan kosmetik Indonesia yang bisa diisi oleh produk manufaktur," tuturnya.

"Pertanyaannya, yang mengisi gap itu, tadi kata Pak Menteri (Agus Gumiwang Kartasasmita) yang mengisi gap itu, industri manufaktur mana? Industri manufaktur luar negeri atau dalam negeri," sambungnya.

Menurut Febri, hal ini merupakan inti pekerjaan dari Kementerian Perindustrian dan kabinet mendatang. "Bahwa ada gap consumption per kapita Indonesia yang bisa diisi oleh produk manufaktur dalam negeri," imbuhnya.