Moeldoko: Tapera Bukan Potong Gaji atau Iuran, tapi Tabungan

JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan (KSP)Jenderal TNI (Purn) Moeldoko menekankan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) bukan iuran pemotongan gaji tetapi tabungan yang memang diwajibkan oleh undang-undang (UU).

Adapun Tapera diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

“Saya ingin tekankan bahwa Tepera ini bukan potong gaji atau iuran, tetapi Tapera ini adalah tabungan. Di dalam UU memang mewajibkan, ada UU-nya mengatakan mewajibkan,” katanya dalam konferensi pers di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Jumat, 31 Mei.

Moeldoko menambahkan, bagi pekerja yang memang sudah memiliki rumah, tabungan tersebut dapat dicairkan menjadi uang tunai saat pensiun.

“Tapi bentuknya bagi mereka yang sudah punya rumah bagaimana? apakah harus membangun rumah? tadi kita diskusi di dalam, nanti pada ujungnya pada saat dia pensiun, selesai, itu bisa ditarik dalam bentuk uang atau dengan pemupukan yang terjadi,” jelasnya.

Masih kata Moeldoko, Tapera ini merupakan perpanjangan dari Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil atau Bapertarum yang sebelumnya dikhususkan untuk ASN atau PNS.

Lebih lanjut, Moeldoko menjelaskan, pemerintah memutuskan untuk memperluas jangkuannya karena berkaca pada masalah backlog yang terjadi.

Kata dia, sebanyak 9,9 juta masyarakat belum memiliki rumah saat ini.

“Untuk itu maka pemerintah berpikir keras memahami antara jumlah kenaikan gaji dengan tingkat inflasi di sektor perumahan itu tidak seimbang. Untuk itu, harus ada upaya keras agar masyarakat pada akhirnya bisa walaupun terjadi inflasi, tetapi masih bisa punya tabungan untuk pembangunan rumahnya. Itu sebenarnya yang dipikirkan,” jelasnya.

Adapun besaran simpanan peserta Tapera yang ditetapkan adalah 3 persen.

Terbagi atas 0,5 persen ditanggung pemberi kerja, dan 2,5 persen wajib dibayarkan pekerja melalui pemotongan gaji.

Terkait hal ini, Moeldoko bilang pemerintah akan menggencarkan komunikasi dan dialog dengan masyarakat dan dunia usaha.

Dia bilang, masih ada waktu untum melakukan dialog sebelum aturan ini benar-benar dilaksanakan pada 2027 mendatang.

“Kita masih ada waktu sampai dengan tahun 2027, jadi ada kesempatan untuk konsultatif, tidak usah khawatir,” ucapnya.