Ketua REI Sarankan Pemerintah Tiru Konsep Singapura Ihwal Kelola Dana Tapera

JAKARTA - Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Joko Suranto menyarankan Indonesia untuk meniru konsep Singapura dalam mengelola dana perumahan rakyat.

Saat ini, Singapura memiliki lembaga Central Provident Fund (CPF) yang tidak hanya mengelola dana penyediaan perumahan saja, tetapi menyatu dalam satu akun dengan jaminan sosial lain, seperti dana pensiun, fasilitas kesehatan serta pendidikan anak dan asuransi jiwa bagi pekerja.

Diketahui, saat ini Joko sedang menghadiri pertemuan para pelaku industri properti se-dunia atau FIABCI World Real Estate Congress di Singapura mulai 27-31 Mei 2024. Dia mengaku telah berdiskusi dengan Menteri Pembangunan Nasional Singapura Indranee Thurai Rajah tentang cara negara itu mengelola dana perumahan.

"Singapura menangani pembangunan perumahan untuk rakyat mereka, termasuk cara pengelolaan dana perumahan yang mandiri, terintegrasi (menyatu) dan terjaga akuntabilitasnya," ujar Joko dalam keterangan resminya, dikutip Kamis, 30 Mei.

Joko menjelaskan, CPF bersifat wajib bagi setiap warga negara Singapura dan dikelola oleh pemerintah.

Skema iurannya didukung bersama-sama oleh pekerja, pemberi kerja dan pemerintah.

Sehingga masyarakat hanya perlu satu akun untuk semua fasilitas jaminan sosial dan iurannya juga tidak dipisah-pisah.

Menurutnya, lewat sistem jaminan sosial terintegrasi maka semua kebutuhan rakyat dari sejak lahir, sekolah, bekerja, pensiun sampai meninggal dunia sudah terjamin dan tertangani dengan baik.

Selain itu, pembayaran iuran yang hanya satu kali meminimalisir tumpang tindih (overlapping) iuran yang dipastikan akan membantu meringankan beban masyarakat.

"Masyarakat jadi lebih happy dan daya beli mereka tidak menurun," katanya.

Sekadar informasi, Kementerian Pembangunan Nasional Singapura bertanggungjawab dalam perencanaan, pengelolaan dan pembangunan perumahan umum.

Termasuk, perumahan sewa, pengelolaan dan peningkatan standar di industri agen realestat serta ditugaskan untuk pengembangan dan pengelolaan ruang hijau, infrastruktur rekreasi dan peremajaan kawasan lama.

Menanggapi ramainya pro-kontra terkait iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sebesar 3 persen, Joko menilai, kebijakan pemerintah itu pasti sudah dipikirkan dengan cukup matang.

Tetapi, aspirasi dan keberatan pekerja dan pemberi kerja juga perlu didengar.

Dia melihat, program pembiayaan perumahan ini berdampak positif terhadap industri perumahan.

Menurutnya, pemerintah pasti sudah memiliki studi kajian dan pertimbangan terkait itu.

Apalagi, lanjut Joko, situasi ekonomi dan daya beli masyarakat juga tidak sedang baik-baik saja, sehingga beban ini harus pula diperhitungkan.

Meski demikian, Joko lebih mencermati masalah transparansi pengelolaan iuran Tapera itu ke depan.

"Transparansi pengelolaan dan manajemen risiko mutlak dibutuhkan, karena dana yang dikelola tersebut adalah milik masyarakat," tuturnya.

Menurut Joko, penolakan besar yang terjadi saat ini selain alasan ekonomi masyarakat yang belum pulih pascapandemi, salah satunya juga disebabkan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem pengelolaan dana tabungan atau asuransi seiring banyak mencuatnya kasus hukum yang melibatkan badan pengelola dana masyarakat.

Sebagai solusi, lanjutnya, REI mengusulkan dan mendorong pemerintah agar menerapkan penyatuan iuran jaminan sosial masyarakat seperti halnya CPF di Singapura. Sehingga tidak banyak iuran yang dibebankan ke rakyat dan pengawasannya lebih efektif.

Sekadar informasi, pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada 20 Mei 2024.

Beleid tersebut mengatur bahwa pemotongan gaji pekerja, karyawan swasta dan pekerja mandiri adalah sebesar 3 persen per bulan. Iuran peserta Tapera itu dibayarkan dengan perincian 0,5 persen oleh pemberi kerja dan 2,5 persen ditanggung pekerja.

Khusus untuk pekerja mandiri, maka iuran dibayarkan secara mandiri.

Pendaftaran kepesertaan termasuk pemotongan gaji pekerja wajib dilakukan paling lambat di 2027.