Pengacara Rizieq Shihab Merasa Dipersulit karena Berkas Sidang Perdana Tak Kunjung Diberikan

JAKARTA - Kuasa hukum Rizieq Shihab, Aziz Yanuar menyebut jaksa penuntut yang menangani perkara dugaan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) memersulit kliennya. Sebab, beberapa berkas turunan berita acara pemeriksaan (BAP) tak kunjung diberikan.

"Berkas perkara belum diberikan hingga detik ini," ucap Aziz kepada VOI, Kamis, 11 Maret.

Berkas turunan yang belum diserahkan, semisal Berita Acara Pemeriksaa (BAP) dan berkas administrasi lainnya. Sampai saat ini, jaksa penuntut baru memberikan dakwan.

Padahal, berkas-berkas itu merupakan hal penting untuk melakukan pembelaan dalam persidangan. Terlebih, sidang perdana perkara itu bakal digelar awal pekan depan.

"Dengan tidak diberikannya turunan BAP tersebut artinya ada design secara sistematis agar klien kami tidak dapat membela di depan persidangan," kata dia.

Aziz juga mengatakan, untuk mendapatkan berkas itu pihaknya bukan tak melakukan apapun. Beberapa kali sudah mendatangi Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Negeri Jakarta Timur sejak 16 Februari tapi tak ada hasil yang didapat.

"Tapi ketika didatangi hampir setiap hari tidak ada berkas dimaksud diberikan kepada kami," kaya Aziz.

Sebelumnya diberitakan, Pengadilan Negeri Jakarta Timur menetapkan sidang perdana dugaan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) dengan terdakwa Rizieq Shihab dan 5 mantan petinggi Front Pembela Islam (FPI) lainnya pada Selasa, 16 Maret.

Dalam jadwal persidangan, perkara dengan terdakwa Rizieq Shihab teregistrasi dengan nomor 221/Pid.B/2021/PN.Jkt. Tim.

"Sidang perdana pada Selasa, 16 Maret. Dengan susuan Majelis Hakim Suparman Nyompa, M Djohan Arifin, Agam Syarief Baharudin," ucap Humas PN Jaktim, Alex Adam Faisal dalam keterangan, Selasa, 9 Maret.

Dalam perkara ini, Rizieq didakwa dengan lima dakwaan antara lain, Pasal 160 KUHP jo Pasal 99 Undang-undang nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Atau, Pasal 216 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau ketiga Pasal 93 UU nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian, pasal 14 ayat (1) UU nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Atau terakhir Pasal 82A ayat (1) jo 59 ayat (3) huruf c dan d UU nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU nomor 17 Tahun 2013 tenang Organisasi Kemasyarakatan menjadi UU jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 10 huruf b KUHP jo Pasal 35 ayat (1) KUHP.