Eksklusif: CEO IBL Junas Miradiarsyah: Idealnya Peristiwa Olahraga Harus Menghibur
Peristiwa olahraga idealnya harus menghibur. Menurut CEO Indonesian Basketball League (IBL) Junas Miradiarsyah, saat ini di Indonesia belum sepenuhnya orang menonton peristiwa olahraga menjadi terhibur. Orang menonton sebuah pertandingan olahraga harus seperti menonton konser musik. Usai menonton, hati senang karena terhibur.
Soal mengemas pertandingan bola basket menjadi sebuah ajang yang entertaining alias menghibur, kata Junas Miradiarsyah, National Basketball Association (NBA) yang menghelat liga bola basket putra Amerika Serikat adalah jagonya. “Saat ini ekspektasi orang menonton pertandingan bola basket itu bukan sekadar pertandingan, tapi juga hiburan dalam kemasan pertandingan olahraga. Konsep IBL yang kita gelar ini adalah sportainment, seperti yang dilakukan NBA. Orang menonton pertandingan di NBA sudah seperti menonton konser,” ujarnya.
Memang, lanjut pria yang mantan pebasket Kobatama dan IBL, di IBL 2024 belum seperti yang digelar NBA, National Basketball League (Australia), dan B.League (Jepang). “Pelan-pelan kita akan berbenah, sehingga orang menonton pertandingan bola basket IBL seperti menonton konser, usai menonton senang karena terhibur,” katanya.
Menurut Junas Miradiarsyah, untuk mewujudkan pertandingan bola basket yang menghibur, semua pihak harus terlibat. “Unsur hiburan dalam sebuah pertandingan basket itu harus benar-benar menempel, bukan sekadar pelengkap saat mengisi waktu istirahat. Semua unsur harus mengandung entertainment, itulah jagonya penyelenggara NBA dan peristiwa olahraga lainnya di Amerika, Jepang, dan Australia. Di kita sudah mulai terjadi seperti di peristiwa bulu tangkis, lalu selebritas kita juga sudah terlibat main di peristiwa olahraga yang tujuannya menghibur,” katanya kepada Edy Suherli, Ferry Tri Adisasono, Bambang Eros dan Irfan Medianto saat menyambangi kantor VOI di bilangan Tanah Abang, Jakarta Pusat belum lama ini.
Selain itu, dia juga bicara perbedaan IBL 2024 dengan perhelatan tahun sebelumnya, perbaikan untuk IBL ke depan, kualitas pebasket Indonesia, soal isu naturalisasi di bola basket, serta pebasket harus seperti selebritas yang jago di lapangan dan menginspirasi. Inilah petikan selengkapnya.
Ajang IBL 2024 ini sedang berjalan. Bagaimana evaluasi sementara untuk kompetisi bola basket yang banyak digemari di Indonesia ini?
Banyak perubahan yang dilakukan untuk IBL 2024. Salah satunya adalah format pertandingan yang berubah menjadi home and away dan penerapan salary cap. Sistem ini masih dalam evaluasi karena masih baru. Berbagai pihak, seperti pemain, klub, manajemen, dan fans, turut berperan dalam mencapai titik ini. Memang, tidak mudah untuk mencapai situasi seperti sekarang.
Evaluasi ini menjadi catatan untuk perbaikan ke depan. Sebelum musim ini, IBL menggunakan sistem seri, di mana pertandingan berlangsung sekitar 10 hari di satu kota. Setelah itu, IBL berpindah ke kota lain dan seterusnya hingga selesai. Dengan sistem home and away, klub yang menyelenggarakan pertandingan. Kualitas penyelenggaraan bervariasi, ada yang baik, sedang, dan belum terlalu baik.
Memang masih ada kesenjangan?
Membutuhkan waktu agar semua klub dapat menyelenggarakan pertandingan dengan kualitas yang setara. Ini adalah tahun pertama, dan semoga bisa lebih baik di masa depan. Kekurangan yang ditemukan dalam penyelenggaraan merupakan hal yang baik, karena menunjukkan ruang untuk perbaikan.
Perbedaan kualitas ini menyebabkan kualitas tayangan IBL tahun ini tidak rata, ada yang bagus dan ada yang tidak bagus, apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki hal ini?
Dari sisi jumlah penonton, baik di layar kaca maupun di stadion, meningkat 50% lebih. Namun, kualitas gambar diakui belum merata, ada yang kurang bagus dan tidak bagus. Hal ini karena belum semua klub memiliki stadion yang bagus dan struktur gedung yang mendukung broadcast. Contoh stadion yang bagus adalah Tennis Indoor Senayan, Tangerang, dan Bogor. Sedangkan GOR Simpruk, Bali, dan Yogyakarta sudah memenuhi standar.
Apakah klub mengeluhkan sistem home and away ini, misalnya karena dana penyelenggaraan yang bertambah?
Biaya memang meningkat, karena sebelumnya klub hanya datang, bertanding, dan pulang. Sekarang, mereka harus menyelenggarakan pertandingan. Di sisi lain, potensi pendapatan juga meningkat dari tiket dan sponsor.
Apakah biaya penyelenggaraan pertandingan ini bisa ditutupi dari tiket penonton dan sponsor?
Hal itu tergantung pertandingannya, siapa lawan siapa. Pertandingan big match biasanya memiliki penonton yang penuh. Saat menjadi tuan rumah, seharusnya penontonnya ramai. Setiap klub harus memiliki cara untuk mengenalkan klub dan pemainnya kepada publik. Klub harus menjadi kebanggaan warga kotanya. Mereka dapat bekerja sama dengan pemda, pengusaha, dan sebagainya sebagai sponsor.
Agar kualitas siaran ke depan lebih baik, apakah IBL memiliki standar untuk stadion yang bisa digunakan?
Sebenarnya, IBL sudah memiliki acuan tentang gedung dan pencahayaan yang harus dipenuhi. Namun, belum semua klub memiliki stadion yang memenuhi standar.
Dengan sistem home and away ini, apakah menjadi nilai lebih untuk IBL 2024 jika dibandingkan dengan ajang serupa tahun lalu?
Sistem home and away ini membangun fanatisme fans. Tim akan bertanding di kotanya sebagai tuan rumah dan sekali lagi laga tandang di tempat lawan. Dengan sistem ini, pecinta basket dari Bali misalnya, akan muncul dan berkembang saat laga di kotanya. Diharapkan pendapatan klub juga meningkat dari sponsor dan kedatangan penonton. Itulah yang akan menjadi ukuran ke depan.
Bagaimana perbandingan kompetisi bola basket di sini dengan negara tetangga?
Di lingkup ASEAN, apa yang dilakukan IBL ini menjadi perhatian. Ini adalah sesuatu yang berani. IBL merealisasikan rencana yang dibuat pada tahun 2019. Sejak 2020, IBL telah melakukan sosialisasi kepada klub. Dan baru pada tahun 2024 ini terlaksana. Sebelum membuat rencana ini, IBL telah meriset liga di Filipina, Thailand, dan Malaysia. Sistem home and away ini belum dilaksanakan di negara ASEAN, tetapi sudah diterapkan di Amerika, Australia, dan Jepang.
Di Indonesia, sepak bola dan bulu tangkis masih menjadi olahraga populer. Bagaimana tantangan menggelar IBL di tengah dominasi dua olahraga tersebut?
Memang benar, di tiap negara berbeda-beda. Di Indonesia, faktanya sepak bola dan bulu tangkis masih terpopuler. Tantangannya adalah bagaimana membuat bola basket semakin populer dan disukai publik. Bagi kami, melaksanakan kompetisi yang baik dan konsisten itu penting untuk menjaga popularitas olahraga ini. Hal berikutnya yang tak kalah penting adalah menjadikan pemain basket sebagai seorang pahlawan yang bisa menjadi tontonan dan juga inspirasi. Di Amerika, seorang Michael Jordan jauh lebih besar dari klubnya, Chicago Bulls.
Harapan kami adalah kehadiran Yuda Saputra, misalnya, yang bermain di klub Prawira Harum Bandung, dapat membuat pencinta bola basket di Bandung makin banyak. Kalau ini bisa diduplikasi di kota-kota lain yang juga punya klub bola basket, bagus sekali.
Bagaimana regenerasi pemain bola basket di Indonesia?
Saat ini, setiap klub melakukan perekrutan bibit-bibit muda. Harapannya, rekam jejak para pemain ini terpantau sejak kelompok umur, SMP dan SMA, mahasiswa, sampai dia aktif di liga. Mereka ini, kalau bisa, punya satu identitas yang bisa merekap perkembangan dan prestasinya dari bawah sampai di ke jenjang profesional. Hal ini berguna untuk pemain, klub, dan liga yang akan memanfaatkan potensi mereka.
Lalu, soal penjadwalan kompetisi, jadwal Liga Mahasiswa dengan IBL tidak boleh bentrok. Ada juga regulasi, soal pemain yang berstatus rookie yang main di IBL. Kalau dia masih berstatus mahasiswa, masih diberi kesempatan main di Liga Mahasiswa selama dua tahun, tujuannya untuk menambah jam terbang pemain tersebut.
Belum lama ini kita menggelar Fiba Asia dan World Cup 2023, apa pelajaran dari penyelenggaraan ini?
Menggelar acara bertaraf internasional harus melakukan perencanaan matang. Untuk World Cup 2023, perencanaannya 4-5 tahun. Kita menang bidding itu 2017, lebih dari 5 tahun persiapannya untuk pertandingan yang kita tonton 10-11 hari itu.
Saat ini, ekspektasi orang menonton pertandingan bola basket itu bukan sekadar pertandingan, tapi juga hiburannya. Konsep IBL adalah sportainment, seperti yang dilakukan di NBA. Menonton pertandingan itu sudah seperti menonton konser. Di Indonesia belum seperti itu, pelan-pelan kita akan ubah, sehingga orang menonton pertandingan bola basket seperti menonton konser, usai menonton senang karena terhibur.
Unsur hiburan dalam sebuah pertandingan basket itu harus benar-benar menempel, bukan sekadar pelengkap saat mengisi waktu istirahat. Semua unsur harus mengandung entertainment, itulah jagonya penyelenggara NBA dan peristiwa olahraga lainnya di Amerika, Jepang, dan Australia. Di Indonesia sudah mulai terjadi seperti di peristiwa bulu tangkis, lalu selebritas kita juga sudah terlibat main di peristiwa olahraga yang tujuannya menghibur.
Isu naturalisasi juga terjadi di bola basket, seperti apa yang terjadi di bola basket?
Naturalisasi menurut saya hal yang wajar yang perlu kita lakukan. Tujuannya untuk mengejar ketertinggalan dan mempercepat proses kenaikan peringkat kita di kancah dunia. Apalagi untuk bola basket, nature-nya itu ukuran dan genetik. Ini bukannya mengecilkan orang Indonesia pada umumnya, tapi kalau untuk kancah internasional kita harus lihat lawan kita seperti apa postur pemainnya. Bagaimana kita bersaing dengan postur rata-rata orang Indonesia. Karena itu perlu dicari bibit unggul salah satunya lewat naturalisasi. Bukan hanya Indonesia, negara lain juga melakukan naturalisasi dan hasilnya bagus untuk timnas mereka.
Ada orang yang bersuara kritis, naturalisasi ini bisa menghambat bibit lokal, apa tanggapan Anda?
Saya tidak melihat naturalisasi ini mematikan bibit lokal, ini bisa jalan bersamaan. Di sepak bola juga begitu yang terjadi. Meski banyak pemain naturalisasi yang direkrut, pemain lokal juga banyak yang diambil. Olahraga itu berkompetisi untuk menjadi yang terbaik. Pemain naturalisasi bergabung dengan pemain lokal jadilah tim nasional kita. Ada transfer ilmu dan budaya dengan masuknya pemain naturalisasi.
Baca juga:
- IBL Jalin Kerja Sama dengan Pelita Air Menjelang Musim Kompetisi 2024
- IBL Teken MoU dengan B League, Tujuan Benahi Profesionalitas
- Hari Pertama FIBA World Cup 2023 Dihadiri Hampir 18 Ribu Penonton, LOC Bersiap Antisipasi Kepadatan Pengunjung
- Tonton Tes Event FIBA World Cup 2023, Menpora Dito Optimis Basket Tanah Air Akan Bangkit
Untuk bola basket, siapa saja pemain yang sudah dinaturalisasi?
Saat ini ada Brandon Jawato, Jamarr Andre Johnson, Ebrahim Enguio Lopez, Anthony Hargrove Jr., Anthony Wayne Cates Jr., Lester Prosper, Dame Diagne, Serigne Modou Kane, Marques Bolden, Anthony Beane Jr., dan lain-lain. Mereka datang tidak hanya untuk bermain tapi juga membawa ilmu, budaya, dan cara pikir sebagai seorang pebasket profesional. Semua itu harus bisa dipetik oleh pemain lokal.
Naturalisasi ini jalan pintas untuk mendongkrak prestasi, Anda setuju?
Ya, bisa juga. Tapi saya lebih suka dengan istilah percepatan. Naturalisasi dilakukan di banyak negara dan federasi bola basket dunia pun tidak melarang. Jadi, mengapa tidak kita juga melakukannya?
Di Asia Tenggara, Indonesia dulu susah mengalahkan Filipina, tapi di ajang SEA Games 2023 tim bola basket putra dan putri dapat medali emas, apakah ada korelasinya dengan naturalisasi?
SEA Games 2023 di Phnom Penh Cambodia memang sejarah untuk tim bola basket kita. Dua-duanya mempersembahkan medali emas. Ini pertama dalam sejarah pesta olah raga negara-negara Asia Tenggara. Apakah ada korelasinya dengan naturalisasi? Menurut saya, kemenangan tim putra Indonesia melawan Filipina adalah kombinasi faktor naturalisasi dan andil pemain lokal. Di tim Indonesia ada Derrick Michael, dia bukan pemain naturalisasi. Dia berkarier dari bawah di Indonesia. Karena sangat bertalenta, dia bisa bermain di luar negeri dan juga masuk tim nasional. Saat itu, ia bersama Marques Bolden, dll., bisa menundukkan Filipina yang tinggi pemainnya di atas kita, rangkingnya juga di atas kita. Mereka bahu-membahu sehingga mempersembahkan yang terbaik untuk negara. Saya sampaikan apresiasi untuk mereka semua.
Berapa rangking dunia bola basket Indonesia?
Kalau tidak salah, Indonesia peringkat ke-74. Dengan ikut kompetisi di ajang internasional, saya yakin peringkat Indonesia akan naik lagi dari yang sudah ada sekarang.
Di IBL 2024 ini, siapa saja pemain yang perlu mendapat perhatian menurut Anda, bisa lokal, naturalisasi, atau pemain asing?
Sekarang ini banyak pemain bagus yang berkompetisi di IBL. Ada Arki Dikania Wisnu yang sudah senior tapi masih bagus performanya. Lalu ada Andakara Prastawa Dhyaksa, Abraham Damar di usia yang matang. Vincent Rivaldi, Kevin Yonas Sitorus, yang sedang di puncak performa. Di saat bersamaan muncul generasi baru seperti; Yudha Saputra, Muhammad Arigie, Yesaya Saudale, Muhammad Fhirdan Guntara, Antoni Erga, jadi IBL ini adalah sebuah kolam besar yang menyatukan pemain senior dan junior. Saya yakin akan banyak generasi mudah yang bisa mengikuti jejak pemain-pemain yang kini berkiprah di IBL.
Ke depan, masih terbuka lebar untuk bola basket berkembang di Indonesia?
Ya, nama-nama yang saya sebutkan tadi mereka itu sudah punya penggemar. Popularitas mereka sebagai atlet mulai menanjak. Itulah yang kita harapkan. Mereka bukan hanya jago di lapangan, tapi juga menginspirasi orang banyak.
Apa masukan Anda untuk pebasket kita, agar mereka bisa menjadi hero seperti Michael Jordan dan nama-nama beken lainnya?
Olahraga bola basket ini akan membesar. Buat seorang pemain, tak bisa lagi hanya memikirkan dirinya sendiri. Ia harus punya tanggung jawab pada penggemar. Pertandingan itu bagian dari "melayani" penggemar. Usai pertandingan, bagaimana bisa menyapa dan memerhatikan penggemar? Bagaimana berkomunikasi dengan penggemar dengan baik, menerima kritikan juga dengan baik. Karena sorotan publik makin besar, komunikasi pemain dengan semua pihak harus baik.
Boleh rekomendasikan tim terbaik bola basket dengan kategori muda dan bisa jadi inspirasi?
Ini pilihan pribadi saya berdasarkan penampilan mereka di IBL. Orang lain boleh berbeda: Yudha Saputra (Prawira Harum Bandung), Muhamad Arigi (Pelita Jaya Bakrie Jakarta), Daffa Dhoifullah (Pasific Caesar Surabaya), Argus Sanyudy (Rans Simba Bogor), Bagir Alhadar (Satria Muda Pertamina Jakarta). Mereka tak hanya jago tapi berpotensi menjadi inspirasi publik. Semoga yang tak saya sebutkan bisa menyusul dan lebih baik lagi.
Junas Miradiarsyah Tak Bisa Lepas dari Olahraga Bola Basket
Sejak kecil Junas Miradiarsyah sudah tertarik dengan olahraga bola basket. Dia intensif berlatih basket sejak SMP, SMA hingga perguruan tinggi. Bahkan setelah bekerja dan menjadi seorang profesional, kiprahnya tak bisa jauh dari bola basket. Kini ia menjadi CEO untuk Indonesia Basketball League (IBL) setelah sebelumnya menjadi CEO Liga Mahasiswa.
“Sejak kecil saya memang suka sekali dengan basket. Meski saat saya kecil ada banyak cabang olah raga yang populer seperti sepak bola, bulu tangkis dan lain-lain. Saya tidak tertarik untuk bermain, ya sukanya hanya pada basket,” aku pria kelahiran Jakarta, 11 Juni 1980.
Bisa dikatakan Junas adalah orang yang fokus dengan hobinya. Soal orang lain heboh dengan sepak bola, bulu tangkis dan olahraga lainnya ia tak tertarik. Dari SMP, SMA hingga ke studinya ke level perguruan tinggi, dia tak pernah berpaling dari bola basket.
Karena keseriusan di bola basket membuat Junas ikut dalam Kobatama 1999 dan IBL 2003. Dan dari basket dia sudah mendapatkan uang jajan dan bisa membeli kebutuhan pribadi dan bisa membantu kedua orangtuanya.
Selain bola basket, Junas juga tertarik pada dunia seni. Selepas main basket ia belajar gitar. “Latihan basketnya makin intens dan les gitarnya juga begitu. Jadi rutinitas saya di luar sekolah hanya dua itu, basket dan musik,” katanya.
Dari pemetik gitar dia beralih ke bass. “Saat SMA bersama teman-teman sudah membentuk band. Karena banyak yang jago gitar, saya sadar diri. Akhirnya beralih ke bass. Setelah mencoba kok asyik dan diteruskan sampai menjadi bassist hingga sekarang,” ungkap bassist group band Stepforward ini.
Stepforward Masih Ada
Personil band Stepforward; Jennifer Jill (vocal), Ricky Siahaan (gitar), Fajar (drum), dan Junas (bass), tidak semua musisi murni dan hanya berkarier di satu tempat, membuat eksistensi band beralirasi metal ini timbul tenggelam. “Kami masih ada, tapi untuk tampil di muka publik memang jarang. Ricky main di band Seringai, jadwalnya padat. Sedanghkan Fajar di band Alexa jadwalnya juga padat. Sedangkan vokalis kami; Jill dia seorang broadcaster sibuk. Dan saya sendiri seorang profesional yang kini mengurusi IBL,” katanya.
Saat pandemi yang lalu di momen ultah ke-25 Stepforward mereka merekam ulang lagu lama di album mereka. “Karena pandemi itu kita enggak banyak kegiatan, akhirnya ngumpul dan merekam ulang dua lagu lama,” ujar Junas yang bersama Stepforward sempat menelurkan album Stories of Undying Hope (2001).
Ke depan apakah Stepforward akan ada proyek lagi, Junas belum bisa bercerita. “Dalam waktu dekat belum ada rencana apakah mau bikin album lagi atau bikin reunian. Kalau ada sesuatu, baru ngumpul lagi,” katanya.
Usai Kuliah Fokus Kerja
Meski tidak bisa lepas dari bola basket, Junas Miradiarsyah mengalihkan prioritas di dunia kerja setelah kuliahnya di jurusan Hubungan Internasional Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta, lulus tahun 2002.
“Saya memang sudah berencana untuk fokus di dunia kerja setelah menyelesaikan kuliah. Memang dari basket saya dapat uang tambahan, tapi pikir saya ini harus ada ujungnya,” tandas Junas yang kerap mengajak istri ke lapangan saat menyelenggarakan pertandingan basket baik di Jakarta atau di luar kota.
Junas termasuk pebasket yang bisa menyelaraskan hobinya bermusik dengan kuliah dan kini kerja dalam rentang yang bersamaan. Semua berjalan sesuai porsinya. Kuliah tepat waktu dan karier profesional pun terbilang lancar.
Ia mengawali karier di bagian promosi di Sport Magazine. Kemudian dia pindah ke Radio Prambors masih di bidang promosi. Kariernya di Radio-nya kawula muda itu terbilang moncer, belum genap usia 30 dia sudah memegang posisi General Manajer. Dari dunia radio ia pindah ke Mahaka Group. Di sinilah kariernya kian cemerlang dan menduduki berbagai posisi strategis, dari PR Manager sampai CEO.
Apa tipsnya bisa melakoni semuanya dengan selaras? “Tipsnya enggak usah berhitung, saat ada kesempatan ambil, nanti semua akan terbentuk dengan sendirinya,” kata CEO Mahaka Sport Group (2018-2019).
Dan kesempatan yang didapat itu dioptimalkan semaksimal mungkin hingga menghasilkan sesuatu. Soalnya hasil yang dia dapat akan mempermudah kariernya ke depan. “Saat main bola basket saya mengalir saja, enggak ada cita-cita untuk jadi CEO IBL. Yang penting manfaatkan kepercayaan yang diterima dan bermain yang terbaik,” ujar Junas Miradiarsyah yang bekerja keras untuk keluarga.
"Saya tidak melihat naturalisasi ini mematikan bibit lokal, ini bisa jalan bersamaan. Di sepak bola juga begitu yang terjadi. Meski banyak pemain naturalisasi yang direkrut, permain lokal juga banyak yang diambil. Olahraga itu berkompetisi untuk menjadi yang terbaik. Pemain naturalisasi bergabung dengan pemain lokal jadilah tim nasional kita. Ada transfer ilmu dan budaya dengan masuknya pemain naturalisasi,"