Studi Sebut OCD Bisa Tingkatkan Risiko Kematian
JAKARTA - Sebuah studi baru yang dipublikasikan penyedia pengetahuan kesehatan global asal Inggris Raya, BMJ, menemukan hubungan antara gangguan kejiwaan jangka panjang dengan peningkatan risiko kematian.
Laman TimesofIndia, dilansir dari ANTARA juga turut melaporkan, bahwa studi tersebut menggunakan data dari beberapa register populasi Swedia, mengidentifikasi 61.378 orang dengan OCD dan 613.780 orang tanpa OCD yang dicocokkan (1:10) berdasarkan jenis kelamin, tahun kelahiran, dan daerah tempat tinggal, dan kelompok saudara kandung yang terdiri dari 34.085 orang dengan OCD dan 47.874 tanpa OCD.
Hasilnya, ditemukan bahwa orang dengan gangguan obsesif-kompulsif (obsessive-compulsive disorder/OCD) bisa lebih mungkin meninggal baik karena penyebab alami dan tidak alami, dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki penyakit tersebut.
Secara keseluruhan, orang dengan OCD memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi daripada individu yang tidak memiliki OCD (8,1 berbanding 5,1 per 1.000 tahun), para peneliti menemukan. Kelebihan risiko kematian lebih tinggi untuk penyebab kematian alami (31 persen peningkatan risiko) dan, khususnya, penyebab kematian yang tidak alami (peningkatan risiko tiga kali lipat).
Meski risiko kematian paling tinggi bisa dialami penderita OCD, gangguan kejiwaan lain yang mencakup berbagai kondisi kesehatan mental yang mempengaruhi pikiran, emosi, dan perilaku juga dapat terdampak, seperti depresi, gangguan kecemasan, skizofrenia, gangguan bipolar, dan gangguan stres pascatrauma (PTSD).
Baca juga:
Gangguan-gangguan ini sering kali diakibatkan oleh interaksi yang kompleks antara faktor genetik, biologis, lingkungan, dan psikologis. Gejalanya sangat bervariasi, tetapi dapat mencakup kesedihan yang terus-menerus, kekhawatiran yang berlebihan, halusinasi, perubahan suasana hati, dan gangguan fungsi kognitif.
Gangguan kejiwaan secara signifikan memengaruhi kehidupan sehari-hari, hubungan, dan kesejahteraan individu secara keseluruhan. Pendekatan pengobatan meliputi psikoterapi, obat-obatan, dan intervensi gaya hidup, yang menekankan pentingnya pendekatan holistik untuk perawatan kesehatan mental.