Indef Sebut Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Harusnya Bisa Lebih Tinggi Lagi

JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) ungkap pada kuartal I 2024 pertumbuhan konsumsi rumah tangga kurang maksimal padahal didorong momentum ramadan dan belanja pemerintah.

Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Konsumsi rumah tangga pada kuartal I 2024 tumbuh sebesar 4,91 persen secara year on year (yoy). Komponen ini menjadi penyumbang utama pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran yakni mencapai 54,93 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), dan merupakan tertinggi sejak 2022.

Peneliti Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Indef Ahmad Heri Firdaus menyampaikan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga harusnya bisa lebih tinggi lagi, diatas pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sebesar 5,11 persen pada kuartal I 2024.

Menurut Ahmad pertumbuhan konsumsi rumah tangga harusnya dapat lebih tinggi lagi lantaran didorong dengan adanya penyaluran bantuan sosial, momentum pemilu dan momentum Ramadan sehingga harusnya bisa mendorong konsumsi lebih tinggi.

“Kontributor utama ekonomi kita yaitu konsumsi rumah tangga, ini melajunya kurang kalau angkanya 4,9 persen, harusnya bisa ditingkatkan lagi. Karena kalau kontributor utama konsumsi rumah tangga masih tumbuh dibawah pertumbuhan ekonomi secara umum, maka akan sulit terakselerasi,”ujarnya dalam diskusi virtual yang digelar Indef, Selasa, 7 Mei.

Adapun konsumsi pemerintah dan konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) menjadi komponen yang mengalami pertumbuhan paling tinggi dibandingkan komponen lainnya, dengan masing-masing tercatat sebesar 19,90 persen dan 24,29 persen.

Menurut Ahmad meski pertumbuhannya paling besar, namun kontribusi atau distribusi konsumsi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 6,25 persen, dan konsumsi LNPRT sebesar 1,43 persen. Ini jauh lebih rendah dibandingkan konsumsi rumah tangga yang kontribusinya paling besar yakni 54,93 persen.

Namun, Ahmad menyayangkan tingginya konsumsi pemerintah dan LNPRT tidak dapat menjadi penggerak atau stimulus konsumsi rumah tangga agar bisa tumbuh lebih tinggi.

“Jadi belanja pemerintah bukan hanya sekedar mengeluarkan uang dari APBN, tapi harapannya untuk menggerakan ekonomi di komponen lainnya. Misalnya gelontoran anggaran pemerintah diharapkan bisa stimulus konsumsi masyarakat, investasi sampai ke ekspor, tetapi kelihatannya belum sampai kesana,” tuturnya.

Selain itu, Ahmad menilai usaha pemerintah untuk menstimulus perekonomian belum begitu berhasil lantaran pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi.

“Artinya stimulus yang digelontorkan baik dari sisi produksi dan konsumsi belum terkena sasarannya, belum bisa menggerakan ekonomi secara optimal,” ucapnya.