Tradisi Berujung Tewasnya Taruna STIP
JAKARTA - Taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta, Putu Satria Ananta Rustika, tewas dianiaya seniornya, TRS. Rangkaian aksi penganiayaan itu disebut berawal dari tradisi penindakan.
"Ada yang menyebut sebagai tradisi taruna, ada penindakan terhadap junior, karena dilihat ada yang salah menurut persepsi senior," ujar Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Gidion Arif Setyawan kepada wartawan, Sabtu, 4 Mei.
Dari hasil penyidikan, tersangka TRS menganggap Putu Satria Ananta Rustika dan empat rekannya yang merupakan taruna tingkat satu telah melakukan kesalahan. Mereka menggunakan pakaian olahraga di ketika masuk kelas.
"Ini persepsi 'penindakan' ini persepsi senior-junior. Ada yang menurut senior, ini kebetulan taruna tingkat 1 semua yang lima orang (junior) ini melakukan sesuatu yang menurut senior ini salah," sebutnya.
"Apa yang dilakukan (junior) ini, masuk kelas mengenakan baju olahraga. Di kehidupan mereka menurut senior ini salah," sambung Gideon.
Sehingga, korban dan empat rekannya dibawa ke toilet. Di sana, tersangka yang juga bersama beberapa rekannya mulai menekan.
Hingga akhirnya, tersangka melakukan penganiayaan yang berujung tewasnya Putu Satria Ananta Rustika.
BACA JUGA:
"Penindakannya dengan menggunakan kekerasan yang eksesif, kekerasan yang mengakibatkan meninggalnya nyawa orang apalagi, jelas tidak boleh," kata Gideon.
Adapun, TRS ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan yang menewaskan Putu Satria Ananta Rustika berdasarkan hasil gelar perkara. Tersangka merupakan senior atau taruna tingkat dua STIP.
Dalam kasus ini, TRS dipersangkakan dengan Pasal 338 juncto Pasal 351 ayat 3 KUHP. Sehingga, terancam pidana penjara selama 15 tahun.