ICW Minta Dewas Tegas Proses Nurul Ghufron Demi Jaga Muruah KPK
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tegas mengurusi dugaan pelanggaran etik yang diduga dilakukan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Sebab, masyarakat memberikan atensi karena polemik yang terjadi di dalamnya.
Hal ini disampaikan Peneliti ICW Diky Anandya menilai ketegasan Dewas KPK sangat dibutuhkan untuk menjaga muruah lembaga. Apalagi, Ghufron diduga menyalahgunakan wewenangnya sehingga tergolong sebagai pelanggaran serius.
Diketahui, Ghufron tak hadir dalam sidang etik dugaan penyalahgunaan wewenang karena berkomunikasi terkait mutasi pegawai di Kementerian Pertanian (Kementan) pada Kamis, 2 Mei kemarin. Sehingga, Dewan Pengawas KPK memutuskan menunda persidangan itu hingga 14 Mei mendatang.
“Melihat bahwa kasus ini telah mendapatkan atensi masyarakat luas dan demi menjaga citra KPK yang terlanjur runtuh akibat rangkaian kontroversi yang dilakukan oleh pimpinannya maka Dewan Pengawas harus segera mengambil langkah tegas untuk menuntaskan perkara ini,” kata Diky dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat, 3 Mei.
Jika Ghufron tetap tak mau hadir dalam sidang etik berikutnya, Dewas KPK diminta jalan terus. “ICW mendesak pada jadwal sidang selanjutnya, Dewas harus menggelar persidangan secara in absentia atau tanpa kehadiran Ghufron,” tegas pegiat antikorupsi itu.
Menurut Diky, Dewas KPK bisa tetap menyidangkan dugaan pelanggaran etik sesuai dengan Pasal 7 ayat (4) Perdewas Nomor 3 Tahun 2021. “Disebutkan bahwa dalam hal terperiksa tidak hadir untuk kedua kalinya tanpa alasan yang sah, maka terperiksa dianggap telah melepaskan haknya untuk membela diri dan sidang dilanjutkan tanpa kehadiran terperiksa,” jelasnya.
Selanjutnya, Dewas KPK juga diminta memberikan sanksi tegas jika Ghufron terbukti bersalah. Mereka tak boleh berkompromi, kata Diky.
“Bagi kami tidak alasan bagi Dewas KPK untuk tidak menjatuhkan sanksi berat dengan jenis hukuman berupa ‘diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan’ sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Ayat (3) Perdewas Nomor 3 Tahun 2021,” ujar Diky.
Baca juga:
- Nurul Ghufron Dinilai Anggap Remeh Dewas KPK Gara-gara Tak Hadiri Sidang Etik
- Satgas Damai Cartenz Sisir OPM di Intan Jaya Papua
- Ahok Kritik Penonaktifan NIK Warga Jakarta Tinggal di Luar Daerah: Jangan Repotkan Orang, Lah
- Temuan Awal KPK Soal Investasi Fiktif di PT Taspen Mencapai Ratusan Miliar Rupiah
Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengaku sengaja tak menghadiri sidang etik Dewan Pengawas KPK terkait dugaan penyalahgunaan wewenang karena membahas mutasi pegawai Kementerian Pertanian (Kementan). Katanya, dia sudah berkirim surat dan minta penundaan.
“Kebetulan saya sengaja dan juga melalui surat menyampaikan bahwa saya berharap pemeriksaan sidang etik terhadap diri saya itu ditunda,” kata Ghuftron kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 2 Mei.
Ghufron menjelaskan ada sejumlah alasan mengapa dirinya minta penundaan. Pertama adalah karena sedang mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan sesuai Pasal 55 UU Mahkamah Konstitusi (MK) maka sidang etik harusnya ditunda.